Popular Post

Posted by : Unknown Senin, 06 Mei 2013


Brimob Terlibat Penggusuran, Warga Waduk Pluit Kecewa
Kamis, 2 Mei 2013 | 22:40 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Warga Waduk Pluit, Jakarta Utara, kecewa terhadap Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang melakukan penggusuran dengan melibatkan aparat Brigade Mobil. Pelibatan aparat kepolisian itu dianggap melampaui kapasitasnya sebagai aparat yang siap di medan pertempuran.

"Padahal, kalau cara yang ditempuh persuasif dan tidak arogan, maka tidak akan menimbulkan masalah seperti sekarang ini," ujar Koordinator Gerakan Pembela Rakyat (Gapera) AM Arbi saat menggelar aksi demonstrasi di Balaikota, Jakarta, Kamis (2/5/2013).


Arbi juga mempertanyakan langkah penggusuran tersebut, yang dinilainya tidak sesuai dengan janji Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. Dalam berbagai kesempatan, Jokowi selalu menginginkan agar relokasi warga tidak dilakukan dengan cara kekerasan.

"Apa yang kami rasakan sekarang bertolak belakang dengan janji Jokowi-Ahok pada saat kampanye pemilukada lalu," kata Arbi.

Atas dasar itu, Arbi yang mewakili warga Waduk Pluit mendesak DPRD DKI Jakarta agar segera memanggil Jokowi dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok untuk meminta keterangan atas tindakan paksa penggusuran warga Pluit. Mereka juga meminta Kepala Polri agar segera mengusut keterlibatan aparat Brimob dalam penggusuran tersebut.

Penertiban terhadap lahan di Waduk Pluit dilakukan untuk membersihkan area tersebut dari bangunan-bangunan liar yang mengganggu fungsi waduk sebagai resapan air. Pemprov DKI sudah menyediakan rumah susun bagi warga Waduk Pluit yang ingin pindah dari lokasi itu.

Sumber :

Editor :
Laksono Hari W

Analisis terhadap Kasus Pergusuran Rumah di Area Waduk Pluit Jakarta.

Waduk adalah wadah air yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bangunan sungai dalam hal ini bendungan, dan berbentuk pelebaran alur/badan/palung sungai[1] yang bertujuan untuk kesejahteraan dan keselamatan umum. Fungsi waduk dalam hal ini adalah untuk mengendalikan dan menanggulangi banjir. Selain itu, waduk juga dapat difunngsikan sebagai pembangkit listrik tenaga air dan juga sebagai tempat wisata.
Waduk Pluit merupakan waduk milik Pemprov Jakarta yang berfungsi sebagai resapan air, pengontrol risiko banjir dan ketersediaan sumber air cadangan. Waduk Pluit merupakan salah satu waduk terbesar di Jakarta. Luas area waduk ini awalnya 80 hektar, tetapi wilayahnya menyusut hinggga tersisa  60 hektar akibat banyaknya warga yang mendirikan bangunan secara ilegal di lokasi tersebut (Kompas.com 27 April 2013). Padahal area pinggiran waduk bukanlah tempat untuk pemukiman warga. Seharusnya area pinggiran waduk itu steril dari bangunan seperti rumah tinggal supaya waduk itu dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan tujuan dibangunnya.
Membangun rumah di pinggiran waduk bukanlah tanpa alasan. Mereka yang mendirikan bangunan di area pinggiran waduk tersebut sebenarnya adalah pengungsi akibat korban banjir. Karena Pemprov DKI Jakarta saat itu belum mempunyai tempat pengungsian untuk korban banjir, maka ditempatkanlah mereka di daerah pinggiran Waduk Pluit. Tetapi, hal tersebut jelaslah sangat menggangu fungsi waduk sendiri dan bahkan bisa menambah kemungkinan terjadinya banjir karena semakin sempitnya area waduk. Area waduk yang seluas 20 hektar tersebut seharusnya bisa menjadi tambahan kawasan penampung air tetapi justru dipakai untuk pemukiman. Saat curah hujan tinggi, air di Waduk Pluit akan meluap dan membanjiri pemukiman di sekitar.
Terkait dengan kasus tersebut, saya rasa penggusuran pemukiman di area waduk yang dilakukan oleh pemerintah sangatlah tepat. Dalam hal ini pemerintah melakukan tindakan yang pro bestuurdwang. Bestuurdwang sendiri artinya adalah paksaan pemerintah, yang dijatuhhkan karena adanya pelanggaran terhadap ketentuan Hukum Administrasi Negara, bertujuan mengakhiri suatu pelanggaran dan mengembalikan pada keadaan semula. Kemudian dijatuhkan oleh pejabat yang berwenang melalui petugas. Sehingga, tindakan pemerintah yang pro bestuurdwang itu adalah tindakan pemerintah yang menjalankan bestuurdwang itu sendiri. Sebenarnya tindakan pemerintah ini bisa pro maupun kontra dalam menjalankan bestuurdwang. Hal ini merupakan kewenangan pemerintah, dan penerapannya tergantung dari kebijakan pemerintah.
Pelanggaran terhadap ketentuan Hukum Administrasi Negara, disebutkan dalam pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung: “Setiap bangunan harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung”. Syarat-syarat administratif itu, dalam pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 meliputi: a. status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah; b. status kepemilikan bangunan gedung; dan c. izin mendirikan bangunan gedung. Syarat administrasi yang tidak terpenuhi dalam kasus ini antara lain: Tanah di pinggiran waduk tersebut adalah tanah milik pemerintah yang digunakan sementara untuk menampung korban banjir. Jadi tanah yang ditempati warga di pinggiran Waduk Pluit adalah tanah milik pemerintah dan dibolehkannya tinggal disitu hanya bersifat sementara (statusnya sementara) karena hanya untuk menampung korban banjir; Keberadaan pemukiman di pinggiran waduk juga melanggar tata ruang yang ada, sehingga harus direlokasi (Detik.com 5 Februari 2013).
Bertujuan mengakhiri suatu pelanggaran dan mengembalikan pada keadaan semula. Pemprov DKI melakukan tindakan pro bestuurdwang tujuannya adalah untuk mengakhiri suatu pelanggaran. Pelanggaran seperti apa? Yakni pelanggaran terhadap ketentuan Hukum Administrasi Negara yang telah disebutkan di atas. Lalu, kenapa harus diakhiri? Alasannya antara lain: Menghindari bahaya Presedent atau sikap meniru, artinya jangan sampai orang lain meniru sikap yang salah tersebut; dan Untuk mengembalikan fungsi waduk pada keadaan semula, yakni sebagai resapan air, pengontrol risiko banjir dan ketersediaan sumber air cadangan. Jika hal ini dibiarkan dan tidak diakhiri, maka akan timbul bahaya lain. Semakin banyak warga yang membangun rumah disitu, maka akan semakin menambah resiko banjir. Dengan kata lain, tujuan mengakhiri suatu pelanggaran ini adalah untuk mengembalikan pada keadaan semula (untuk kepentingan umum).
Dijatuhkan melalui pejabat yang berwenang dan melalui petugas. Pejabat menurut kasus ini adalah Gubernur DKI Jakarta, dimana beliau memilih tindakan pro bestuurdwang dalam kasus ini. Kemudian melalui petugas, artinya adalah pengeksekusian/penggusuran tersebut dilakukan oleh petugas tersendiri, tidak dilakukan secara langsung oleh Gubernur. Petugas yang dimaksud adalah polisi pemerintahan. Polisi pemerintahan bukanlah POLRI, tetapi Satpol PP. Sama sekali tidak perlu bahwa polisi dilibatkan dalam pelaksanaan bestuurdwang. Hal itu terjadi hanya jika diperkirakan adanya perlawanan fisik atau terdapat alasan lain yang memerlukan bantuan polisi (berupa pengawalan, pengawasan).[2] Adanya Brimob dalam penggusuran tersebut saya rasa tidak masalah asalkan hanya sebatas melakukan pengawalan dan pengawasan saja. Namun demikian para pegawai/petugas tersebut juga tidak perlu melakukan sendiri tugasnya dalam rangka bestuurdwang itu. Pemerintah dapat menunjuk pihak swasta untuk melakukannya, seperti dengan menggunakan alat berat.
Penggusuran rumah di area pinggiran waduk ini tidak dilakukan secara semena-mena dan tanpa solusi. Gubernur DKI Jakarta, Jokowi telah melakukan negosiasi, sosialisasi, dan himbauan kepada warga Pluit terlebih dahulu terkait relokasi dan penggusuran tersebut beberapa bulan sebelum penggusuran dilakukan. Pemprov DKI telah membangun rumah susun di Marunda dan Muara Baru, Jakarta Utara sebagai tempat baru bagi warga Waduk Pluit yang direlokasi (Kompas.com 27 April 203).



DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku:
Hadjon, Philipus M. dkk. Pengantar Hukum Administrasi Negara: Introductionto the Indonesian Administrative Law, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, cetakan ke 10, halaman 251.
Perundang-undangan:
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai.
Internet:
Kompas.com tanggal 2 Mei 2013, “Brimob Terlibat Penggusuran, Warga Waduk Pluit Kecewa” diakses tanggal 4 Mei 2013.
Kompas.com tanggal 27 April 2013, “Jokowi: Warga Waduk Pluit Harus Pindah” diakses tanggal 4 Mei 2013.
Kompas.com tanggal 20 April 2013, “Normalisasi Lahan Waduk Pluit Lebih Cepat dari Target” diakses 4 Mei 2013.



[1] Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai
[2] Philipus M. Hadjon, dkk. Pengantar Hukum Administrasi Negara: Introductionto the Indonesian Administrative Law, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, cetakan ke 10, halaman 251



Copyright ©2013 Wisnu Wardana Putra

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Wisnu's Blog - Law Profil - Powered by Blogger - Designed by Wisnu Wardana Putra -