Popular Post

Archive for Maret 2015

ANALISIS KASUS PELECEHAN SEKSUAL YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DALAM ASPEK KRIMINOLOGI

By : Unknown
KRIMINOLOGI
“ANALISIS KASUS PELECEHAN SEKSUAL YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DALAM ASPEK KRIMINOLOGI”





Oleh:
             Wisnu Wardana Putra





BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Indonesia adalah negara hukum. Dalam negara hukum menghendaki adanya peraturan-peraturan yang jelas untuk mengatur tata kehidupan rakyatnya agar tercipta kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Ada beberapa instrumen hukum di Indonesia, salah satunya adalah hukum pidana. Supaya keadilan dapat tercipta di masyarakat, tidak cukup hukum itu hanya dituangkan dalam peraturan tertulis, tetapi harus dilihat juga realita di masyarakat bagaimana hukum itu bekerja apakah sudah benar-benar sesuai dengan keadilan di masyarakat ataukah belum. Dalam hukum pidana, untuk mengetahui bagaimana realita di masyarakat (hukum pidana empirik) dapat diketahui salah satunya dengan ilmu kriminologi.
Kriminologi menurut Bonger adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya.[1] Menurutnya, kejahatan dapat terjadi karena banyak sebab seperti faktor lingkungan yang mempengaruhi seseorang untuk berbuat jahat ataupun keadaaan jiwa pelaku yang mungkin tidak normal. Sehingga, sebenarnya kejahatan itu tidak semuanya dilakukan oleh orang yang jahat. Ada orang-orang yang sebenarnya tidak jahat, tetapi karena ada beberapa faktor yang mempengaruhinya dia jadi berbuat jahat. Hal ini serupa dengan kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh anak usia 13 tahun di Kramatjati, Jakarta Timur. Kita tidak bisa secara langsung mengatakan bahwa anak ini jahat, karena memang harus dilihat lebih dalam lagi mengapa sebenarnya anak tersebut bisa berbuat seperti itu, pasti ada beberapa faktor yang menyebabkannya. Oleh karena itu, penting sekali menganalisis sebab-sebab kejahatan yang dilakukan anak tersebut dari aspek kriminologi supaya kedepan tidak terjadi lagi kejadian-kejadian seperti dalam kasus tersebut.

1.2  Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, dapat ditarik suatu rumusan masalah sebagai berikut, yakni apakah faktor-faktor penyebab anak tersebut melakukan pelecehan seksual jika dilihat dari aspek kriminologi?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Posisi Kasus
1.        AK merupakan bocah berumur 13 tahun yang masih duduk di bangku kelas 6 SD.
2.        AK diduga telah melakukan pelecehan seksual pada 13 anak (12 anak laki-laki dan 1 anak perempuan) yang menjadi teman sepermainannya.
3.        Perbuatan AK mulai kethuan pada hari Kamis, 29 Mei 2014 setelah ada korban yang menceritakan kepada orang tua mereka.
4.        Pelecehan seksual yang dilakukan berupa meraba dan memegang bagian kelamin korban dan ada juga yang duburnya disodok pakai tangan dan kayu.
5.        AK dikenal warga sebagai anak yang biasa saja seperti anak normal lain pada umumnya.

2.2    Faktor-Faktor Penyebab Anak tersebut Melakukan Pelecehan Seksual jika Dilihat dari Aspek Kriminologi

2.2.1   Kejahatan karena Faktor Keluarga
AK merupakan seorang anak SD yang pada masa itu seharusnya ia masih menjadi seorang anak yang polos, yang belum saatnya mengerti masalah seksual, sehingga tidak mungkin dalam umurnya yang masih anak-anak ia melakukan pelecehan seksual tersebut. Tindakan yang dilakukan tersebut pasti ada suatu hal yang menyebabkannya karena pada umumnya dalam usia tersebut anak-anak tidak seharusnya melakukan hal tersebut.
Setelah ditelusuri dari artikel-artikel terkait tentang kasus ini, ternyata penyebab AK melakukan perbuatan tersebut adalah gara-gara ia pernah menonton video porno di HP ayahnya. Nah, yang namanya anak pastilah ia punya rasa ingin tahu yang sangat tinggi, jika ia melihat sesuatu yang baru pastilah ia ingin mencobanya juga. Sehingga, tidak heran apabila AK melakukan pelecehan seksual kepada teman sepermainannya.
Jika dilihat dari penyebab apa yang diperbuat AK tersebut, maka dapatlah kita salahkan keluarganya sehingga AK bisa berbuat seperti itu. AK merupakan anak yang masih di bawah umur sehingga wajiblah ia dalam pengawasan dan perlindungan keluarganya. Seharusnya keluarga AK harus selalu mengontrol dan mengawasi apa saja setiap kegiatan yang dilakukan oleh AK. Dalam kasus ini, berarti keluarga AK telah lalai dalam mengawasi AK kerena ia bisa sampai melihat video porno tersebut apalagi dari HP ayahnya. Yang seharusnya AK tidak jahat, berubah menjadi jahat gara-gara menonton video tersebut. Sehingga dalam hal ini, kejahatan lahir atau timbul karena faktor keluarga dimana orang tua AK telah lalai dalam melakukan pengawasan terhadap AK.

2.2.2   Social Learning Theory – Observational Learning (Albert Bandura)
Penyebab terjadinya pelecehan seksual yang dilakukan oleh AK tersebut juga dapat ditinjau dari Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory) yang dilakukan dengan cara Observational Learning dimana anak belajar bagaimana bertingkah laku melalui peniruan tingkah laku orang lain. Jadi tingkah laku secara sosial ditransmisikan melalui contoh-contoh, yang terutama datang dari keluarga, sub-budaya, dan media massa.[2] Pada usia tersebut perilaku mereka sangatlah mudah dipengaruhi oleh berbagai hal seperti dari media massa yang berupa tayangan televisi dan internet. Tayangan televisi yang vulgar sering kali gaya-gaya berpakainnya diikuti oleh remaja-remaja saat ini, sehingga ini dapat memicu timbulnya pelecehan seksual maupun pemerkosaan pada anak maupun remaja. Dalam kasus ini, tingkah laku orang yang AK tiru adalah tingkah laku orang yang ada dalam video porno tersebut yang seharusnya belum waktunya untuk ia tonton. Tetapi tidak menutup kemungkinan juga bahwa media massa juga sangat mempengaruhi seorang anak untuk melakukan pelecehan seksual.



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Ada beberapa faktor dan teori-teori yang dapat digunakan untuk menjawab apa penyebab terjadinya pelecehan seksual yang dilakukan oleh anak di bawah umur seperti kasus di atas, yakni yang pertama dari faktor keluarganya sendiri dan yang kedua dapat dijawab dengan Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory) dalam bentuk Observational Learning yang dikemukakan oleh Albert Bandura dimana dalam teori ini memaparkan bahwa orang yang berbuat jahat karena meniru tingkah laku orang lain.

Saran
Keluarga khususnya orang tua harus lebih meningkatkan pengawasan terhadap anaknya dan harus pandai memilah-milah informasi-informasi apa yang seharusnya disampaikan dan yang tidak seharusnya disampaikan kepada anaknya supaya kelak tidak terjadi lagi kasus seperti apa yang dialami AK ini.






DAFTAR PUSTAKA

Daftar Buku
Santoso, Topo dan Eva Achjani Z. 2008. Kriminologi. Jakarta: Rajawali Pers.

Daftar Website





LAMPIRAN

JUM'AT, 30 MEI 2014 | 22:16 WIB
Bocah di Kramatjati Diduga Lecehkan 13 Anak [3]
TEMPO.CO, Jakarta - Bocah berusia 13 tahun berinisial AK diduga melakukan pelecehan seksual pada 13 anak yang menjadi teman sepermainannya di Kelurahan Tengah, Kecamatan Kramatjati, Jakarta Timur. Ke-13 anak itu terdiri atas 12 anak laki-laki dan satu anak perempuan.
Aksi AK diketahui setelah dua orang korban menceritakan kepada orang tua mereka.
"Mulai ketahuannya kemarin, Kamis, 29 Mei 2014," kata paman kedua korban, Ed, 44 tahun, saat ditemui di rumahnya, Jumat, 30 Mei 2014.
Kemudian, setelah diselidiki oleh warga sekitar, diduga ada 13 anak yang menjadi korban pencabulan AK. "Para korban itu mayoritas anak-anak dari gang ini. Umurnya di bawah pelaku semua," ujarnya.
AK yang masih duduk di kelas VI SD itu diduga melakukan pelecehan seksual kepada korbannya dengan meraba bagian kelamin. Menurut Ed, beberapa korban juga ada yang mengaku dimasukkan duburnya dengan benda oleh AK. "Semuanya dipelorotin celananya, dipegang kelaminnya. Malah ada yang duburnya disodok pakai tangan dan kayu," ujarnya.
Tindakan AK membuat warga sekitar kaget. Sebab, AK dikenal sebagai bocah yang biasa saja seperti anak seumurannya. "Sifat biasa seperti anak normal, enggak kelihatan penyimpangan. Makanya saya juga enggak nyangka," kata Ed.
Warga lainnya, AS, 55 tahun, mengaku keponakannya berinisial RE, juga diduga menjadi tindak pelecehan AK. Kejadian itu terungkap dari keterangan keponakannya itu kepada ibunya. "Dia ceritain ke ibunya tentang perbuatan AK," ujarnya. AS pun berharap AK mendapat pelajaran dari tindakan yang dilakukannya itu. "Minimal dia (pelaku) direhab."
Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Kepolisian Resor Metro Jakarta Timur, Ajun Komisaris Endang Sri Lestari, mengaku menerima laporan dugaan tindakan cabul yang dilakukan AK. "Laporan sudah kami terima dan saat ini sedang dilakukan visum," kata Endang, Jumat.
Menurut Endang, baru satu anak yang melaporkan tindakan kekerasan seksual itu. "Baru satu dan mau visum," ujarnya. Endang pun belum mengetahui dugaan adanya 13 anak yang menjadi korban. "Masih dalam penyidikan, kalau ada perkembangan akan kami beri tahu."



[1] Topo Santoso dan Eva Achjani Z, Kriminologi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), hlm. 9.
[2] Ibid., hlm. 55.

ANALISIS KASUS PEMBUNUHAN SISWI SMP DI TULUNGAGUNG DALAM ASPEK KRIMINOLOGI

By : Unknown
KRIMINOLOGI

“ANALISIS KASUS PEMBUNUHAN SISWI SMP DI TULUNGAGUNG DALAM ASPEK KRIMINOLOGI”







Oleh:
             Wisnu Wardana Putra






BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Indonesia adalah negara hukum. Dalam negara hukum menghendaki adanya peraturan-peraturan yang jelas untuk mengatur tata kehidupan rakyatnya agar tercipta kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Ada beberapa instrumen hukum di Indonesia, salah satunya adalah hukum pidana. Supaya keadilan dapat tercipta di masyarakat, tidak cukup hukum itu hanya dituangkan dalam peraturan tertulis, tetapi harus dilihat juga realita di masyarakat bagaimana hukum itu bekerja apakah sudah benar-benar sesuai dengan keadilan di masyarakat ataukah belum. Dalam hukum pidana, untuk mengetahui bagaimana realita di masyarakat (hukum pidana empirik) dapat diketahui salah satunya dengan ilmu kriminologi.
Kriminologi menurut Bonger adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya.[1] Menurutnya, kejahatan dapat terjadi karena banyak sebab seperti faktor lingkungan yang mempengaruhi seseorang untuk berbuat jahat ataupun keadaaan jiwa pelaku yang mungkin tidak normal. Sehingga, sebenarnya kejahatan itu tidak semuanya dilakukan oleh orang yang jahat. Ada orang-orang yang sebenarnya tidak jahat, tetapi karena ada beberapa faktor yang mempengaruhinya dia jadi berbuat jahat. Hal ini serupa dengan kasus pembunuhan yang terjadi di Tulungagung sekitar setahun yang lalu dimana pembunuhan ini dilakukan oleh siswa SMP yang membunuh pacarnya. Kita tidak bisa secara langsung mengatakan bahwa anak ini jahat, karena memang harus dilihat lebih dalam lagi mengapa sebenarnya anak tersebut bisa berbuat seperti itu, pasti ada banyak faktor yang menyebabkannya. Oleh karena itu, penting sekali menganalisis sebab-sebab kejahatan yang dilakukan anak tersebut dari aspek kriminologi supaya kedepan tidak terjadi lagi kejadian-kejadian seperti dalam kasus tersebut.
1.2  Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, dapat ditarik rumusan masalah apakah faktor-faktor penyebab terjadinya pembunuhan dalam kasus tersebut?


BAB II
PEMBAHASAN

1.1    Posisi Kasus
1.        IF adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Tulungagung. Dia berumur 15 tahun.
2.        FHM adalah siswa kelas VII SMP Negeri 5 Tulugagung. Dia berumur 14 tahun.
3.        IF dan FHM merupakan pasangan kekasih.
4.        Sabtu, 1 Juni 2013 IF membunuh FHM di rumah IF di Desa Sembung, Tulungagung karena panik saat mendengar pengakuan FHM bahwa dirinya telah hamil dan minta untuk dinikahi, sedangkan FHM juga menolak saran aborsi dari IF.
5.        FHM dijerat dengan tali dilehernya sampai meninggal dunia. FHM terjatuh dan kepalanya membentur tungku masak. IF kemudian menyeret FHM ke halaman kosong belakang rumah IF.
6.        IF menggali tanah sedalam 30 sentimeter kemudian mengubur mayat FHM disitu.
7.        FHM dikubur dalam keadaan setengah telanjang dan kedua tangan diikat dengan kawat. Kemudian baju seragam, tas, dan sepatu FHM dibuang di semak-semak sekitar tempat penguburan FHM.

1.2    Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pembunuhan dilihat dari Teori-Teori Kriminologi
1.2.1   Teori Psikoanalisa (Sigmund Freud)
Penyebab terjadinya pembunuhan seperti kasus diatas disebabkan karena adanya rasa panik dan kemarahan yang luar biasa yang dialami oleh IF karena mendengar pengakuan dan permintaan korban serta penolakan korban terhadap saran IF. Dalam kriminologi hal ini sesuai dengan Teori Psikoanalisa yang dikemukakan oleh Sigmund Freud dimana delinquet dan perilaku kriminal dengan suatu “conscience” (hati nurani) yang baik dia begitu menguasai sehingga menimbulkan perasaan bersalah atau ia begitu lemah sehingga tidak dapat mengontrol dorongan-doronagan si individu, dan bagi suatu kebutuhan yang harus dipenuhi segera.[2] Dorongan untuk membunuh yang dilakukan oleh IF tersebut dikarenakan adanya tekanan psikologis yang luar biasa kepada IF. Dengan usia yang masih 15 tahun, yang psikologisnya belum matang, seorang anak pastilah tidak akan kuat mendapat tekanan psikologis seperti itu sehingga mengakibatkannya menjadi lepas kontrol dan melakukan hal-hal yang diluar akal sehat.
1.2.2   Social Learning Theory – Observational Learning (Albert Bandura)
Untuk mencari faktor penyebab seseorang membunuh, tidak cukup hanya dicari tahu motif pembunuhannya saja, tetapi harus dicari lebih jauh lagi faktor apa yang sebenarnya mempengaruhi perbuatan-perbuatan diluar saat melakukan pembunuhan. Jika kita amati kasus diatas, sebenarnya faktor utama terjadinya pembunuhan adalah karena adanya dugaan kehamilan yang dialami oleh korban. Berarti jika korban merasa bahwa dirinya hamil, dapat dipastikan sebelum adanya pembunuhan tersebut mereka pernah melakukan seks bebas. Sebenarnya inilah masalah utama yang harus dicari penyababnya karena tidak akan terjadi pembunuhan kalo mereka tidak melakukan seks bebas.
Penyebab terjadinya seks bebas yang dilakukan oleh anak tersebut dapat ditinjau dari Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory) yang dilakukan dengan cara Observational Learning dimana anak belajar bagaimana bertingkah laku melalui peniruan tingkah laku orang lain. Jadi tingkah laku secara sosial ditransmisikan melalui contoh-contoh, yang terutama datang dari keluarga, sub-budaya, dan media massa.[3] Tidak dapat dipungkiri bahwa usia 14 dan 15 tahun merupakan masa pubertas seorang remaja dimana mereka mencari jati diri mereka dan mempunyai rasa ingin tahu yang luar biasa. Mereka mulai bisa merasakan individualnya bahwa mereka berbeda dengan lawan jenis mereka dan mulai juga timbul ketertarikan pada lawan jenis mereka. Pada masa ini perilaku mereka sangatlah mudah dipengaruhi oleh berbagai hal seperti dari media massa yang berupa tayangan televisi dan internet. Tayangan televisi yang vulgar sering kali gaya-gaya berpakainnya diikuti oleh remaja-remaja saat ini, sehingga ini dapat memicu timbulnya pelecehan seksual, pemerkosaan maupun seks bebas pada remaja. Apalagi peredaran video porno di internet, hal ini jelas memicu terjadinya seks bebas oleh para remaja.
Penyebab-penyebab ini juga dapat dikaitkan dengan Differential Association Theorynya Sutherland dimana salah satu dalilnya berbunyi tingkah laku kriminal dapat dipelajari, yakni jika dalam kasus tersebut kejahatan dapat dipelajari dari tayangan media massa yang negatif. Selain itu, penyebab tersebut juga dapat dihubungkan dengan Culture Conflict Theory seperti masuknya pengaruh budaya barat pada suatu negara. Berpakaian vulgar dan seks bebas adalah gaya hidup dan budaya orang barat yang masuk ke dalam suatu negara. Di negara barat, hal tersebut merupakan sesuatu yang wajar tetapi kalau di Indonesia itu merupakan pelanggarana terhadap norma kesusilaan. Itulah yang disebut sebagai konflik kebudayaan.
Dari kasus pembunuhan di atas, pelaku merupakan tipe penjahat yang Episodic Criminal karena IF membunuh FHM tanpa direncanakan lebih dahulu dan merupakan tindakan seketika karena kemarahan dan tekanan psikologisnya yang hebat akibat pengakuan dan permintaan korban serta penolakan korban terhadap saran IF. Jadi pelaku tersebut termasuk dalam Episodic Criminial.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Ada beberapa teori untuk menjawab faktor-faktor penyebab terjadinya pembunuhan yang dilakukan oleh siswa SMP seperti kasus di atas, yakni Teori Psikoanalisa yang dikemukakan oleh Sigmund Freud dan Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory) dalam bentuk Observational Learning yang dikemukakan oleh Albert Bandura dimana dalam teori ini juga berhubungan dengan teori yang lain seperti Differential Association Theory yang dikemukakan Sutherland dan Culture Conflict Theory yang dikemukakan oleh Thorsten Sellin. Kejahatan yang dilakukan oleh siswa SMP tersebut termasuk dalam tipe penjahat The Episodic Criminal karena dilakukan sebagai akibat dari dorongan emosi yang hebat.




DAFTAR PUSTAKA

Daftar Buku
Santoso, Topo dan Eva Achjani Z. 2008. Kriminologi. Jakarta: Rajawali Pers.

Daftar Website
________. http://twitdoc.com/upload/dekk_kade/50158132-perilaku-seks-remaja.pdf



LAMPIRAN

Minta dinikahi karena hamil, siswi SMP malah dibunuh pacar
Reporter : Didi Syafirdi | Kamis, 6 Juni 2013 18:02
Merdeka.com - Satuan Reserse dan Kriminal Polres Tulungagung, Jawa Timur, menangkap pelajar SMP setempat yang diduga melakukan pembunuhan terhadap siswi teman kencannya. Siswi malang itu dibunuh karena diduga hamil.
Wakapolres Tulungagung Kompol Indra Lutrianto Astono mengungkapkan, pelaku yang diidentifikasi berinisial IF (15) ditangkap hanya selang tiga jam setelah jasad siswi FHM (14) dievakuasi dari tempat pembuangan sampah.
"Pelaku mengaku kalap karena korban minta pertanggungjawaban atas tanda-tanda kehamilan yang dialaminya," terang Indra menjelaskan motif pembunuhan. Demikian dilansir dari Antara, Kamis (6/6).
Berdasarkan pengakuan IF, pembunuhan dipastikan terjadi pada Sabtu (1/6) di rumah pelaku di Desa Sembung, Kecamatan Tulungagung. Pelaku membunuh Fitri dengan menjerat leher menggunakan tali pramuka yang berada di dalam tas korban.
Korban yang kehabisan nafas kemudian tersungkur ke lantai dapur dan membentur tungku untuk memasak, sehingga saat dievakuasi wajah dan kepalanya terlihat lebam.
"Pelaku panik dan menyeret tubuh korban menuju pekarangan belakang lalu menguburnya hingga kedalaman sekitar 30 sentimeter," terang Indra.
Saat dibongkar polisi, Selasa (4/6) siang, tubuh korban dikubur dalam kondisi setengah telanjang dan dua tangan diikat kawat. Sementara baju seragam, tas dan sepatu dibuang di semak-semak tak jauh dari lokasi jenazah dikuburkan.
Terkait hasil otopsi, dipastikan korban tidak hamil. Tim medis yang melakukan visum et repertum tidak mendapati tanda-tanda kehamilan.
Selain itu saat diotopsi almarhum Fitri masih mengenakan pembalut, sehingga menguatkan asumsi bahwa korban saat dibunuh sedang mengalami menstruasi.
Terkait dugaan video mesum yang dilakukan korban bersama pelaku, polisi sejauh ini belum bisa memastikan karena ponsel Fitri masih dalam keadaan terkunci menggunakan password atau kata sandi.
Pelaku ditahan di Mapolres Tulungagung, diancam hukuman maksimal 15 tahun penjara karena melakukan tindak pidana pembunuhan dan kekerasan terhadap anak sebagaimana diatur dalam pasal 80 ayat 3 UURI Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Kasus pembunuhan Fitri Hanisa Mukti siswa kelas VII D SMP Negeri 5 Tulungagung terbongkar setelah ditemukannya gundungan tanah di belakang rumah Yitno di Desa Sembung, Kecamatan Tulungagung.



[1] Topo Santoso dan Eva Achjani Z, Kriminologi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), hlm. 9.
[2] Ibid., hlm. 51.
[3] Ibid., hlm. 55.



Makalah Hukum Lingungan Analisis Kasus Pencemaran oleh Limbah Pabrik PT. Marimas di Semarang

By : Unknown
MAKALAH HUKUM LINGKUNGAN

(Analisis Kasus Pencemaran Air oleh Limbah Pabrik PT. Marimas di Semarang)


Oleh:
                        1.      Wisnu Wardana Putra      
                        2.      Widhi Yuliawan                   
                        3.      Firdaus Kafabih       



BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG
Kegiatan pembangunan yang makin meningkat, mengandung resiko, makin meningkatnya resiko makin meningkatnya pencemaran dan perusakan lingkungan, termasuk oleh limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3), sehingga struktur dan fungsi ekosistem yang menjadi penunjang kehidupan dapat rusak. Pencemaran dan perusakan lingkungan hidup akan menjadi beban sosial, yang pada akhirnya masyarakat dan pemerintah harus menanggung biaya pemulihannya.[1]
Terpeliharanya kualitas fungsi lingkungan secara berkelanjutan menuntut tanggung jawab, keterbukaan, dan peran serta masyarakat yang menjadi tumpuan pembangunan berkelanjutan guna menjamin kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa mendatang.
Menyadari hal tersebut di atas, bahan berbahaya dan beracun beserta limbahnya harus dikelola dengan baik. Makin meningkatnya kegiatan pembangunan, dalam hal ini pabrik-pabrik atau indutri-industri menyebabkan meningkatnya dampak kegiatan tersebut terhadap lingkungan hidup, keadaan ini makin mendorong diperlukannya upaya pengendalian dampaknya, sehingga resiko terhadap lingkungan dapat ditekan sekecil mungkin.
Upaya pengendalian dampak terhadap lingkungan sangat ditentukan oleh pengawasan terhadap ditaatinya ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur segi-segi lingkungan hidup, sebagai perangkat hukum yang bersifat preventif melalui proses perizinan untuk melakukan usaha dan atau kegiatan. Oleh karena itu dalam setiap ijin yang diterbitkan, harus dicantumkan secara tegas syarat dan kewajiban yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha atau kegiatan tersebut.  
Pengaturan tentang limbah B3 dimulai sejak tahun 1992 dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Perdagangan No. 394/Kp/XI/92 tentang Larangan Impor Limbah Plastik. Selanjutnya diterbitkan keputusan presiden No.61 Tahun 1993 tetang Ratifikasi Konvensi Basel 1989 yang mencerminkan kesadaran pemerintah Indonesia tentang adanya pencemaran lingkungan akibat masuknya limbah B3 dari luar wilayah Indonesia.
Dalam perkembangan setelah diundangkan Undang-Undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai uapaya untuk mewujudkan pengelolaan limbah B3, pemerintah telah mengundangkan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 tentang pengelolaan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Peraturan Pemerintah Limbah B3), sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999. Dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah Limbah B3 diharapkan pengelolaan limbah B3 dapat lebih baik sehingga tidak lagi terjadi pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh limbah B3. Selain itu diharapkan pula dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah Limbah B3 para pelaku industry dan pelaku kegiataan lainnya tunduk dan taat terhadap ketentuan tersebut.   
Tidak ditaatinya Peraturan Pemerintah Limbah B3 oleh para pelaku indistri dan pelaku kegiatan lainnya dalam hal ini pencemaran yang dilakukan PT. Marimas di Semarang diduga dikarenakan  oleh faktor penataan dan penegakan hukum lingkungan khususnya yang terdapat dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tenang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Maka kami akan mengkaji lebih dalam sejauh manakah efektifitas penataan dan penegakan hukum lingkungan pereturan perundang-undangan di bidang pengelolaan limbah B3 di dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tenang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
2.2 Rumusan Masalah
1.      Apakah pencemaran yang dilakukan pabrik PT.  Marimas melanggar ketentuan dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ?
2.      Bagaimanakah penerapan sanksi yang tepat terhadap PT. Marimas sesuai dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ?

BAB II
PEMBAHASAN
1.      Pelanggaran yang dilakukan  PT  Marimas terhadap ketentuan dalam UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pembangunan disamping memberikan dampak positif berupa kesejahteraan, namun disisi yang lain juga menimbulkan dampak negatif yaitu terjadinya kerusakan atau tercemarnya lingkungan hidup. Oleh karena itu, apabila terjadi penurunan fungsi lingkungan hidup akibat perusakan dan/atau pencemaran lingkugan hidup, maka serangkain kegiatan penegakan hukum (law enforcement) harus dilakukan.
Penegakan hukum mempunyai makna, bagaimana hukum itu harus dilaksanakan, sehingga dalam penegakan hukum tersebut harus diperhatikan unsur-unsur kepastian hukum. Kepastian hukum menghendaki bagaimana hukum dilaksanakan, tanpa perduli bagaimana pahitnya (fiat jutitia et pereat mundus; meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan). Hal ini dimaksudkan agar tercipta ketertiban dalam masyrakat.sebaliknya masyarakat menghendaki adannya manfaat dalam pelaksanaan peraturan atau penegakan hukum lingkungan tersebut. Hukum lingkungan dibuat dengan tujuan untuk melindungi lingkungan dan memberi manfaat kepada masyarakat. Artinya peraturan tersebut dibuat adalah untuk kepentingan masyarakat, sehingga jangan sampai terjadi bahwa, karena dilaksanakannya peraturan tersebut, masyarakat justru menjadi resah. Unsur ketiga adalah keadilan. Dalam penegakan hukum lingkungan harus diperhatikan, namun demikian hukum tidak identik dengan keadilan, Karena hukum itu sifatnya umum, mengikat semua orang, dan menyamaratakan. Dalam penataan dan penegakan hukum lingkungan, unsur kepastian, unsur kemanfaatan ,dan unsur keadilan harus dikompromikan, ketiganya harus mendapat perhatian secara proporsional. Sehingga lingkungan yang tercemar dapat dipulihkan kembali.[2]
Upaya pemulihan lingkungan hidup dapat dipenuhi dalam kerangka penanganan sengketa lingkungan melalui penegakkan hukum lingkungan. Penegakan hukum lingkungan merupakan bagian dari siklus pengaturan (regulatory chain) perencanaan kebijakan (policy planning) tentang lingkungan. Penegakan hukum lingkungan di Indonesia mencakup penataan dan penindakan (compliance and enforcement) yang meliputi bidang hukum administrasi negara, bidang hukum perdata dan bidang hukum pidana.
Sebelum kita membahas lebih jauh tentang penegakan hukum lingkungan terlebih dahulu kita harus megtahui definisi dari lingkungan hidup sendiri menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.[3]
Selanjutnya kita akan membahas definsi dari pencemaran. Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pencemaran adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.[4]
Makna dari perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
Namun dewasa ini masih saja terdapat beberapa pihak yang melakukan pencemaran lingkungan hidup, salah satunya yang dilakukan oleh pabrik PT Marimas di Semarang.[5] Menurut warga, Pabrik PT Marimas telah mencemari aliran sungai disekitar pabrik selamat 2 sampai 3 tahun terakhir. Pencemaran semakin parah karena saluran pembuangan limbah jebol, yang mana mengakibatkan bau menyengat yang berasal dari pembuangan limbah tersebut. Selain mencemari lingkungan, kini warga kesulitan untuk mencari air bersih karena limbah telah bercampur dengan air sumur.  Pencemaran tersebut telah melanggar ketentuan dalam Pasal 69 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mana setiap orang dilarang untuk:[6]
a.       melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup;
b.      memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang-undangan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c.       memasukkan limbah yang berasal dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ke media lingkungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d.      memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
e.       membuang limbah ke media lingkungan hidup;
f.       membuang B3 dan limbah B3 ke media lingkungan hidup;
g.      melepaskan produk rekayasa genetik ke media lingkungan hidup yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau izin lingkungan;
h.      melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar;
i.        menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal; dan/atau
j.        memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar.

Dapat disimpulkan bahwa pabrik PT Marimas telah melanggar beberapa ketentuan dalam pasal 69 UU No. 32 Tahun 2009. Maka pihak dari pabrik PT Marimas harus melakukan penanggulangan dan pemulihan terhadap lingkungan yang sudah tercemar oleh limbah pabrik tersebut. Sebagaimana yang diatur dalam pasal 53 UU No. 32 Tahun 2009, setiap orang yang melakukan pencemaran lingungan hidup wajib melakukan penanggulangan lingkungan hidup yang dilakukan dengan:
a.       pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup kepada masyarakat;
b.      pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
c.       penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; dan/atau
d.      cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Apabila tahap penanggulangan lingkungan hidup telah dilaksanakan maka pihak yang mengakibatkan pencemaran lingkungan hidup wajib untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup sebagaimana yang diatur dalam pasal 54 UU No. 32 Tahun 2009, dilakukan dengan tahapan:[7]
a. penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar;
b. remediasi;
c. rehabilitasi;
d. restorasi; dan/atau
e. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Untuk mencegah pencemaran lingkungan hidup maka dibutuhkanlah pengelolaan limbah yang baik dan benar, pengelolaan limbah diatur dalam pasal 59 UU No. 32 Tahun 2009 mengenai pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun, yang dilakukan dengan:[8]
a.       Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya.
b.      Dalam hal B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) telah kedaluwarsa, pengelolaannya mengikuti ketentuan pengelolaan limbah B3.
c.       Dalam hal setiap orang tidak mampu melakukan sendiri pengelolaan limbah B3, pengelolaannya diserahkan kepada pihak lain.
d.      Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
e.       Menteri, gubernur, atau bupati/walikota wajib mencantumkan persyaratan lingkungan hidup yang harus dipenuhi dan kewajiban yang harus dipatuhi pengelola limbah B3 dalam izin.
f.       Keputusan pemberian izin wajib diumumkan.
g.      Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan limbah B3 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

2.      Penegakan Hukum Pencemaran Air oleh Limbah Pabrik PT. Marimas
Air merupakan sumber daya alam yang mempunyai arti dan fungsi sangat penting bagi manusia. Air dibutuhkan oleh manusia, dan makhluk hidup lainnya seperti tetumbuhan, berada di permukaan dan di dalam tanah, di danau dan laut, menguap naik ke atmosfer, lalu terbentuk awan, turun dalam bentuk hujan, infiltrasi ke bumi/tubuh bumi, membentuk air bawah tanah, mengisi danau dan sungai serta laut, dan seterusnya[9] entah dimulai darimana dan dimana ujungnya, tak seorangpun mengetahuinya.
Sekali siklus air tersebut terganggu ataupun dirusak, sistemnya tidak akan berfungsi sebagaimana diakibatkan oleh adanya limbah industri, pengrusakan hutan atau hal-hal lainnya yang membawa efek terganggu atau rusaknya sistem itu. Suatu limbah industri yang dibuang ke sungai akan menyebabkan tercemarnya sungai dan terjadi pencemaran lingkungan. Dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 1 angka 14 menyebutkan bahwa “Pencemaran Lingkungan Hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan”.
Air merupakan salah satu bentuk lingkungan hidup fisik, dimana jika air ini tercemar maka akan berdampak besar bagi kelangsungan hidup makhluk hidup. Limbah pabrik PT. Marimas yang dibuang ke sungai jelas merupakan salah satu bentuk pencemaran lingkungan hidup, apalagi dalam kasus tersebut pipa saluran pembuangan limbah ke sungai bocor dan menyebabkan sumur warga sekitar pabrik tercemar dan air tidak dapat digunakan. Oleh karena itu perlu adanya penegakkan hukum terhadap pencemaran yang dilakukan oleh PT. Marimas tersebut agar terciptanya keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum.
Penegakan hukum lingkungan berkaitan erat dengan kemampuan aparatur dan kepatuhan warga masyarakat terhadap peraturan yang berlaku, yang meliputi tiga bidang hukum, yaitu administratif, pidana, dan perdata.[10] Berikut adalah sarana penegakan hukum:
1.      Administratif[11]
Sarana administrasi dapat bersifat preventif dan bertujuan menegakkan peraturan perundang-undangan lingkungan. Penegakan hukum dapat diterapkan terhadap kegiatan yang menyangkut persyaratan perizinan, baku mutu lingkungan, rencana pengelolaan lingkungan (RKL), dan sebagainya. Disamping pembinaan berupa petunjuk dan panduan serta pengawasan administratif, kepada pengusaha di bidang industri, hendaknya juga ditanamkan manfaat konsep “Pollution Prevention Pays” dalam proses produksinya.
Penindakan represif oleh penguasa terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan lingkungan administratif pada dasarnya bertujuan untuk mengakhiri secara langsung pelanggaran-pelanggaran tersebut.
Sanksi administratif terutama mempunyai fungsi instrumental, yaitu pengendalian perbuatan terlarang. Disamping itu, sanksi administratif terutama ditujukan kepada perlindungan kepentingan yang dijaga oleh ketentuan yang dilanggar tersebut. Beberapa jenis sarana penegakkan hukum administrasi adalah :
a.       Paksaan pemerintah atau tindakan paksa;
b.      Uang paksa;
c.       Penutupan tempat usaha;
d.      Penghentian kegiatan mesin perusahaan;
e.       Pencabutan izin melalui proses teguran, paksaan pemerintah, penutupan, dan uang paksa.

2.      Kepidanaan[12]
Tata cara penindakannya tunduk pada undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Peranan Penyidik sangat penting, karena berfungsi mengumpulkan bahan/alat bukti yang seringkali bersifat ilmiah. Dalam kasus perusakan dan/atau pencemaran lingkungan terdapat kesulitan bagi aparat penyidik untuk menyediakan alat bukti yang sah sesuai ketentuan Pasal 183 dan Pasal 184 KUHAP. Selain itu, pembuktian unsur hubungan kausal merupakan kendala tersendiri mengingat terjadinya pencemaran seringkali secara kumulatif, sehingga untuk membuktikan sumber pencemaran yang bersifat kimiawi sangat sulit. Penindakan atau pengenaan sanksi pidana adalah merupakan upaya terakhir setelah sanksi administratif dan perdata diterapkan.
3.      Keperdataan[13]
Mengenai hal ini perlu dibedakan antara penerapan hukum perdata oleh instansi yang berwenang melaksanakan kebijaksaan lingkungan dan penerapan hukum perdata untuk memaksakan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan lingkungan. Misalnya, penguasa dapat menetapkan persyaratan perlindungan lingkungan terhadap penjualan atau pemberian hak membuka tanah atas sebidang tanah. Selain itu, terdapat kemungkinan “beracara singkat” bagi pihak ketiga yang berkepetingan untuk menggugat kepatuhan terhadap undang-undang dan permohonan agar terhadap larangan atau keharusan dikaitkan dengan uang paksa. Penegakan hukum perdata ini dapat berupa gugatan ganti kerugian dan biaya pemulihan lingkungan.
Menurut  kami, penegakan hukum yang paling tepat diterapkan terhadap pencemaran limbah oleh PT. Marimas tersebut adalah dengan hukum keperdataan mengingat sudah terjadinya pencemaran lingkungan hidup yang parah di lingkungan masyarakat. Pemerintah bisa mengenakan ganti kerugian terhadap PT. Marimas dan meminta biaya untuk digunakan sebagai pemulihan lingkungan.






BAB III
PENUTUP
1.      Kesimpulan
Penataan hukum lingkungan di Indonesia khususnya dalam hal penegakannya masih belum efektif terbukti dengan adanya pembuangan limbah industri yang dilakukan oleh PT. Marimas di Semarang yang mengakibatkan tercemarnya air yang berada di lingkungan sekitar pabrik  yang menimbulkan keresahan warga sekitar. Padahal air merupakan hal yang sangat penting dalam menunjang kehidupan manusia. Padahal ada banyak sekali langkah penegakan hukum yang dapat dilakukan mulai dari saksi administrative, sanksi keperdataan dan sanski kepidanaan. Sebab dalam menerapkan saksi hukum sebaiknya dijatuhkan sanksi yang tepat serta dapat mencakup komposisi dari fungsi hukum itu sendiri seperti kepastian, kemafaatan, dan keadilan serta tidak menimbulkan kerasahan pada masyarakat.

2.      Saran
Penerapan sanksi yang tepat dalam kasus ini adalah sanksi keperdataan berupa penggantian kerugian yang nantinya dapat digunakan sebagai alat untuk merehabititasi lingkungan agar dapat kembali seperti semula. Sebab yang mengalami dampak terbesar dalam pencemaran tersebut adalah masyarakat di sekitar pabrik tersebut. Sehingga jika tidak dilakukan pemulihan lingkungan tersebut maka masyarakatlah yang akan menderita dan pengusaha atau pemilik panrik tersebut tidak mengalami dampaknya.









DAFTAR PUSTAKA
Daftar Buku
Muhamad Erwin, Hukum Lingkungan : Dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan Hidup, Cetakan ketiga,  Bandung, PT. Refika Aditama, 2011
Sudikno, Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1988

Daftar Undang-Undang
Undang-Undang No. 32 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Undang-Undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 tentang pengelolaan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Peraturan Pemerintah Limbah B3)

Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999 Tentang Limbah B3

Keputusan Presiden No.61 Tahun 1993 tetang Ratifikasi Konvensi Basel 1989

Keputusan Menteri Perdagangan No. 394/Kp/XI/92 tentang Larangan Impor Limbah Plastik.

Daftar Internet
www.detik.com (sungai dan sumur tercemar limbah, warga semarang geruduk pabrik minuman), diakses tanggal 29 April 2014



[1]Lihat, Penjelasan Umum Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
[2] Sudikno, Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1988, hlm. 134-135.
[3] Lihat, Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkunagan Hidup.
[4] Lihat, Pasal 1 angka 14 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkunagan Hidup.

[5] www.detik.com (sungai dan sumur tercemar limbah, warga semarang geruduk pabrik minuman), diakses tanggal 29 April 2014
[6] Lihat, pasal 69 ayat 1 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkunagan Hidup.

[7] Lihat, pasal 54 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkunagan Hidup.

[8] Lihat, Pasal 59 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkunagan Hidup.

[9] Muhamad Erwin, Hukum Lingkungan : Dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan Hidup, Cetakan ketiga,  Bandung, PT. Refika Aditama, 2011, hlm. 37.
[10]Ibid., hlm. 113.
[11]Ibid., hlm. 117.
[12]Ibid.
[13]Ibid., hlm. 118.            


Copyright ©2015 Wisnu Wardana Putra, Widhi Yuliawan, Firdaus Kafabih

- Copyright © Wisnu's Blog - Law Profil - Powered by Blogger - Designed by Wisnu Wardana Putra -