- Back to Home »
- Analisis Tatbestand Hukum Pajak
Posted by : Unknown
Rabu, 04 Juni 2014
Nama :
Wisnu Wardana Putra
NIM :
Matkul :
Hukum Pajak
Kelas : A
Restoran sebagai Salah Satu Objek
Pajak (Tatbestand)
Pemerintah merupakan suatu organ yang sangat penting dalam
suatu negara. Suatu negara bisa bergerak apabila negara itu memiliki
pemerintah. Pemerintah mempunyai tugas atau fungsi dalam suatu negara sebagai
berikut:
1. Tugas atau fungsi Essential, yang merupakan tugas dan
fungsi pemerintah yang murni dan utama seperti menjaga keamanan, ketertiban,
dan pertahanan rakyatnya. Dengan singkat, tugas ini disebut pula sebagai
penyelengaraan pemerintah sipil yang bersifat administratif dan protektif.[1]
2. Tugas atau fungsi Service, dimana ini merupakan tugas atau
fungsi pelayanan melalui penyediaan sarana dan prasarana dalam berbagai bidang
kehidupan masyarakat, seperti membangun fasilitas-fasilitas umum.
3. Tugas atau fungsi Bussiness, yaitu tugas atau fungsi yang
mengarah dan bertujuan mencari keuntungan/profit bagi negara.[2]
Untuk menjalankan tugas-tugas atau fungsi-fungsi pemerintah
yang begitu banyak tersebut, dibutuhkan pula biaya yang banyak yang menjadi
beban atau kewajiban negara. Nah, dari manakah negara mendapatkan uang yang banyak
untuk membiayai semua itu? Maka kita harus mengetahui sumber penerimaan negara.
Sumber pemasukan negara salah satunya adalah berasal dari
pajak. Kebanyakan negara-negara di dunia ini pajak merupakan penerimaan yang
terbesar sebagai sumber pembiayaan, bahkan yang utama.[3]
Pungutan pajak mengurangi penghasilan/kekayaan individu, tetapi sebaliknya
merupakan pengahasilan masyarakat yang kemudian dikembalikan lagi kepada
masyarakat melalui pengeluaran-pengeluaran rutin dan pembangunan oleh
pemerintah.[4]
A. Pengertian Pajak
Ada banyak pengertian yang diberikan oleh para sarjana
mengenai apa itu yang disebut pajak. Berikut beberapa diantaranya:
1. Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH :
Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk
membiayai pengeluaran rutin dan “surplusnya” digunakan untuk public saving yang merupakan sumber
utama untuk membiayai public investment.[5]
2.
Dr.
Soeparman Soemahamidjadja : Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang,
yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya
produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan
umum.[6]
3.
Prof.
Dr. Smeets, dalam buku De Economische
Betekenis der Belastingen : Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang
terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa adanya
kontra prestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual, maksudnya
adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah.[7]
Dari berbagai definisi yang dipaparkan oleh para sarjana di
atas, secara umum dapat diuraikan beberapa unsur atau ciri dari pajak, yakni:
a. Adanya peralihan kekuasaan, yakni
dari sektor swasta ke sektor publik.
b. Pajak dipungut harus berdasarkan
undang-undang ataupun perauran pelaksanaannya yang berlaku.
c. Dalam pembayaran pajak tidak ada
imbalan secara langsung yang dapat ditunjuk.
d. Dapat dipaksakan, yakni wajib, bila
tidak dilaksanakan dapat dikenakan sanksi.
e. Mempunyai kegunaan atau fungsi, yakni
selain sebagai alat untuk memasukkan dana dari rakyat ke dalam kas negara, juga
berfungsi untuk mengatur.
B. Jenis-jenis Pajak
Dalam berbagai literatur pajak bisa dibedakan menjadi Pajak
Langsung dan Pajak Tidak Langsung. Pajak langsung adalah pajak yang dikenakan
secara periodik (berulang-ulang), tidak hanya satu kali pungut, menggunakan
penetapan sebagai dasar dan kohir, dan beban pajak tidak bisa dilimpahkan
kepada pihak lain. Contohnya adalah Pajak Penghasilan (PPh). Pajak Penghasilan
dipungut secara periodik setiap tahun atau setiap masa pajak, dimana
pemungutannya menggunakan penetapan lewat SPT (Surat Pemberitahuan) dan mereka
yang menjadi wajib pajak adalah mereka yang benar-benar memikul beban pajaknya
karena beban membayar pajak ini tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain.
Adapun pajak tidak langsung adalah pajak yang dikenakan
secara insidental (tidak berulang-ulang), yaitu hanya pada saat Tatbestand, tidak mempunyai kohir, dan
wajib pajak dapat mengalihkan beban pajaknya kepada pihak lain. Sebagai contoh
adalah Pajak Restoran. Disini yang
menjadi wajib pajak adalah Pengusaha Kena Pajak dalam hal ini adalah pemilik
restoran, tetapi yang benar-benar memikul beban pajaknya adalah konsumen yang
membeli atau mengkonsumsi produknya.
C. Tatbestand
Tatbestand
adalah keadaan, peristiwa, atau perbuatan yang menurut ketentuan undang-undang
dapat dikenakan pajak.[8]
Tatbestand juga dapat dikatakan
sebagai objek pajak atau sasaran pengenaan pajak.
1. Perbuatan
Perbutan yang terjadi di dalam masyarakat secara tidak langsung
juga dapat menjadi objek pajak apabila telah memenuhi syarat. Sebagai contoh
dalam perbuatan pinjam-meminjam uang yang dibuat secara tertulis, dimana dalam
pembuatan perjanjian itu dibuat otentik dengan menggunakan Bea Materai. Dengan
digunakan Bea Materai ini, maka secara tidak langsung para pihak dalam
perjanjian tersebut telah membayar pajak
kepada negara.
2. Peristiwa
Peristiwa tertentu yang tidak direncanakan yang terjadi di
masyarakat juga dapat menjadi objek pajak. Sebagai contoh, peristiwa kematian.
Dengan adanya peristiwa kematian maka akan terbuka adanya warisan, yakni
peralihan harta dari orang yang telah meningal dunia (pewaris) kepada yang
berhak menerimanya (ahli waris).[9]
Misal, seorang wajib pajak meninggal dunia dan meninggalkan warisan berupa
kendaraan bermotor maka kepada ahli warisnya akan dikenakan pajak berupa Bea
Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB).
3. Keadaan
Pajak dapat dikenakan terhadap suatu keadaan tertentu yang
menurut undang-undang harus dikenakan pajak, hal ini berkaitan dengan kekayaan
dan asset yang dimiliki. Pendek kata, apabila sesorang dalam keadaan tertentu
memenuhi syarat sebagaimana ditentukan oleh undang-undang dapat dikenakan
pajak, maka keadaan tersebut menjadi objek pajak.[10]
Sebagai contoh adalah Pajak Restoran, sesorang yang dalam keadaan mempunyai
suatu restoran yang telah memperoleh omzet dalam jumlah tertentu dan
syarat-syarat lain yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan, maka dapat dikenakan
pajak.
D. Pajak Restoran
Restoran menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah “fasilitas
penyedia makanan dan/atau minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga
rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa
boga/kateria”. Kemudian Pajak Restoran dalam undang-undang ini adalah “pajak atas pelayanan yang disediakan oleh
restoran”. Undang-undang ini hanya mengatur ketentuan-ketentuan umum
tentang pajak restoran, untuk ketentuan yang lebih khusus dan teknisnya diatur
dalam Perda tiap-tiap daerah yang tidak sama antara satu daerah dengan daerah
lainnya.
1. Ketentuan Umum Pajak Restoran
Hal ini diatur dalam Pasal 37 – 41 Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dimana
ketentuan-ketentuannya adalah sebagai berikut:
a. Objek Pajak Restoran adalah pelayanan
yang disediakan oleh restoran, meliputi pelayanan penjualan makanan dan/atau
minuman yang dikonsumsi oleh pembeli, baik dikonsumsi di tempat pelayanan
maupun di tempat lain. Untuk kriteria restoran seperti apa yang menjadi objek
pajak, akan ditentukan oleh masing-masing daerah melalui Perda.
b. Subjek Pajak Restoran adalah orang
pribadi atau Badan yang membeli makanan dan/atau minuman dari restoran.
c. Wajib Pajak Restoran adalah orang
pribadi atau badan yang mengusahakan atau memiliki restoran. Jadi, walaupun
wajib pajaknya adalah pengusaha atau pemilik dari restoran tersebut, tetapi
sebenarnnya yang benar-benar memikul beban pajaknya adalah konsumen yang
membeli atau mengkonsumsi produk restoran tersebut. Dalam hal ini, Wajib Pajak
Restoran menggeser/mengalihkan beban pajaknya kepada pihak lain yaitu konsumen,
dengan cara memasukkan beban pajak dalam harga produknya.
d. Dasar Pengenaan Pajak Restoran adalah
jumlah pembayaran yang diterima atau yang seharusnya diterima oleh Restoran.
Hal ini berkaitan dengan omzet penjualan tiap restoran, dimana tiap-tiap daerah
mempunyai batasan-batasan dan kriteria-kriteria tersendiri terkait restoran
yang mempunyai omzet berapa saja yang bisa dikenai pajak.
e. Tarif Pajak Restoran ditetapkan
paling tinggi sebesar 10%. Tarif Pajak Restoran ini harus ditetapkan dalam
Perda tiap-tiap daerah, dengan syarat maksimal 10% dari omzet penjualan tiap
restoran.
2. Ketentuan Khusus Pajak Restoran
Untuk membahas ketentuan-ketentuan khusus pajak restoran di
tiap-tiap daerah, penulis akan menggunakan contoh Kota Bandung dan Kabupaten
Tulungagung yang mengatur ketentuan Pajak Restoran dalam Perda mereka
masing-masing. Untuk kabupaten Tulungagung pengaturan tentang Pajak Restoran
dimuat dalam Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah,
sedangkan pada kota Bandung dimuat dalam Peraturan Daerah Nomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak Restoran.
a. Dilihat dari kategori apa saja yang
termasuk restoran, kedua daerah ini mempunyai kategori yang berbeda. Dalam
Perda Kabupaten Tulungagung, jasa boga atau catering termasuk dalam kategori
restoran, sedangkan dalam Perda Kota Bandung tidak termasuk.
b. Dilihat dari omzetnya, dalam Perda
Kabupaten Tulungagung restoran yang dapat menjadi objek pajak adalah pelayanan
yang disediakan oleh restoran yang nilai penjualannya lebih dari Rp. 150.000,-
per hari. Sedangkan dalam Perda Kota Bandung ditentukan bahwa Restoran yang
dapat menjadi objek pajak adalah yang peredaran usahanya melebihi Rp.
2.000.000,- per bulan.
c. Subjek Pajak dan Wajib Pajak kedua
daerah ini sama seperti apa yang telah diatur dalam ketentuan umum.
d. Tarif Pajak kedua daerah ini
menggunakan ketentuan maksimal yang telah diatur dalam ketentuan umum, yakni
sebesar 10%.
Dari kedua contoh daerah tersebut Restoran merupakan salah
satu keadaan dan perbuatan yang dapat menimbulkan pajak atau biasa disebut
sebagai objek pajak (tatbestand). Orang
atau badan yang memiliki restoran dapat dikenakan pajak restoran apabila
memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan
sebagai objek pajak. Sedangkan perbuatan orang atau badan yang membeli produk
restoran tersebut pun secara tidak langsung juga dibebani pajak restoran.
DAFTAR PUSTAKA
Daftar Buku
Effendi,
Lutfi. 2010. Pokok-Pokok Hukum Pajak.
Malang : Bayumedia.
Pudyatmoko,
Sri. 2009. Pengantar Hukum Pajak. Yogyakarta
: ANDI.
Daftar Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Peraturan
Daerah Kota Bandung Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Restoran.
Peraturan
Daerah Kabupaten Tulungagung Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah.