Archive for 2015
ANALISIS KASUS PELECEHAN SEKSUAL YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DALAM ASPEK KRIMINOLOGI
By : Unknown
KRIMINOLOGI
“ANALISIS
KASUS PELECEHAN SEKSUAL YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DALAM ASPEK KRIMINOLOGI”
Oleh:
Wisnu Wardana Putra
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah negara hukum. Dalam
negara hukum menghendaki adanya peraturan-peraturan yang jelas untuk mengatur
tata kehidupan rakyatnya agar tercipta kepastian, keadilan, dan kemanfaatan.
Ada beberapa instrumen hukum di Indonesia, salah satunya adalah hukum pidana.
Supaya keadilan dapat tercipta di masyarakat, tidak cukup hukum itu hanya
dituangkan dalam peraturan tertulis, tetapi harus dilihat juga realita di
masyarakat bagaimana hukum itu bekerja apakah sudah benar-benar sesuai dengan
keadilan di masyarakat ataukah belum. Dalam hukum pidana, untuk mengetahui
bagaimana realita di masyarakat (hukum pidana empirik) dapat diketahui salah
satunya dengan ilmu kriminologi.
Kriminologi menurut Bonger adalah ilmu
pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya.[1] Menurutnya,
kejahatan dapat terjadi karena banyak sebab seperti faktor lingkungan yang
mempengaruhi seseorang untuk berbuat jahat ataupun keadaaan jiwa pelaku yang mungkin
tidak normal. Sehingga, sebenarnya kejahatan itu tidak semuanya dilakukan oleh
orang yang jahat. Ada orang-orang yang sebenarnya tidak jahat, tetapi karena
ada beberapa faktor yang mempengaruhinya dia jadi berbuat jahat. Hal ini serupa
dengan kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh anak usia 13 tahun di
Kramatjati, Jakarta Timur. Kita tidak bisa secara langsung mengatakan bahwa
anak ini jahat, karena memang harus dilihat lebih dalam lagi mengapa sebenarnya
anak tersebut bisa berbuat seperti itu, pasti ada beberapa faktor yang menyebabkannya.
Oleh karena itu, penting sekali menganalisis sebab-sebab kejahatan yang
dilakukan anak tersebut dari aspek kriminologi supaya kedepan tidak terjadi
lagi kejadian-kejadian seperti dalam kasus tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, dapat
ditarik suatu rumusan masalah sebagai berikut, yakni apakah faktor-faktor
penyebab anak tersebut melakukan pelecehan seksual jika dilihat dari aspek
kriminologi?
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Posisi
Kasus
1.
AK merupakan bocah berumur 13 tahun yang
masih duduk di bangku kelas 6 SD.
2.
AK diduga telah melakukan pelecehan
seksual pada 13 anak (12 anak laki-laki dan 1 anak perempuan) yang menjadi
teman sepermainannya.
3.
Perbuatan AK mulai kethuan pada hari
Kamis, 29 Mei 2014 setelah ada korban yang menceritakan kepada orang tua
mereka.
4.
Pelecehan seksual yang dilakukan berupa
meraba dan memegang bagian kelamin korban dan ada juga yang duburnya disodok
pakai tangan dan kayu.
5.
AK dikenal warga sebagai anak yang biasa
saja seperti anak normal lain pada umumnya.
2.2
Faktor-Faktor
Penyebab Anak tersebut Melakukan Pelecehan Seksual jika Dilihat dari Aspek Kriminologi
2.2.1
Kejahatan
karena Faktor Keluarga
AK merupakan seorang anak SD yang pada
masa itu seharusnya ia masih menjadi seorang anak yang polos, yang belum
saatnya mengerti masalah seksual, sehingga tidak mungkin dalam umurnya yang
masih anak-anak ia melakukan pelecehan seksual tersebut. Tindakan yang
dilakukan tersebut pasti ada suatu hal yang menyebabkannya karena pada umumnya
dalam usia tersebut anak-anak tidak seharusnya melakukan hal tersebut.
Setelah ditelusuri dari artikel-artikel
terkait tentang kasus ini, ternyata penyebab AK melakukan perbuatan tersebut
adalah gara-gara ia pernah menonton video porno di HP ayahnya. Nah, yang
namanya anak pastilah ia punya rasa ingin tahu yang sangat tinggi, jika ia
melihat sesuatu yang baru pastilah ia ingin mencobanya juga. Sehingga, tidak
heran apabila AK melakukan pelecehan seksual kepada teman sepermainannya.
Jika dilihat dari penyebab apa yang
diperbuat AK tersebut, maka dapatlah kita salahkan keluarganya sehingga AK bisa
berbuat seperti itu. AK merupakan anak yang masih di bawah umur sehingga
wajiblah ia dalam pengawasan dan perlindungan keluarganya. Seharusnya keluarga
AK harus selalu mengontrol dan mengawasi apa saja setiap kegiatan yang
dilakukan oleh AK. Dalam kasus ini, berarti keluarga AK telah lalai dalam
mengawasi AK kerena ia bisa sampai melihat video porno tersebut apalagi dari HP
ayahnya. Yang seharusnya AK tidak jahat, berubah menjadi jahat gara-gara
menonton video tersebut. Sehingga dalam hal ini, kejahatan lahir atau timbul
karena faktor keluarga dimana orang tua AK telah lalai dalam melakukan
pengawasan terhadap AK.
2.2.2
Social
Learning Theory – Observational Learning (Albert Bandura)
Penyebab terjadinya pelecehan seksual
yang dilakukan oleh AK tersebut juga dapat ditinjau dari Teori Pembelajaran
Sosial (Social Learning Theory) yang
dilakukan dengan cara Observational
Learning dimana anak belajar bagaimana bertingkah laku melalui peniruan
tingkah laku orang lain. Jadi tingkah laku secara sosial ditransmisikan melalui
contoh-contoh, yang terutama datang dari keluarga, sub-budaya, dan media massa.[2]
Pada usia tersebut perilaku mereka sangatlah mudah dipengaruhi oleh berbagai
hal seperti dari media massa yang berupa tayangan televisi dan internet.
Tayangan televisi yang vulgar sering kali gaya-gaya berpakainnya diikuti oleh
remaja-remaja saat ini, sehingga ini dapat memicu timbulnya pelecehan seksual
maupun pemerkosaan pada anak maupun remaja. Dalam kasus ini, tingkah laku orang
yang AK tiru adalah tingkah laku orang yang ada dalam video porno tersebut yang
seharusnya belum waktunya untuk ia tonton. Tetapi tidak menutup kemungkinan
juga bahwa media massa juga sangat mempengaruhi seorang anak untuk melakukan
pelecehan seksual.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Ada
beberapa faktor dan teori-teori yang dapat digunakan untuk menjawab apa penyebab
terjadinya pelecehan seksual yang dilakukan oleh anak di bawah umur seperti
kasus di atas, yakni yang pertama dari faktor keluarganya sendiri dan yang
kedua dapat dijawab dengan Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory) dalam bentuk Observational Learning yang dikemukakan oleh Albert Bandura dimana
dalam teori ini memaparkan bahwa orang yang berbuat jahat karena meniru tingkah
laku orang lain.
Saran
Keluarga
khususnya orang tua harus lebih meningkatkan pengawasan terhadap anaknya dan
harus pandai memilah-milah informasi-informasi apa yang seharusnya disampaikan
dan yang tidak seharusnya disampaikan kepada anaknya supaya kelak tidak terjadi
lagi kasus seperti apa yang dialami AK ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Daftar
Buku
Santoso,
Topo dan Eva Achjani Z. 2008. Kriminologi.
Jakarta: Rajawali Pers.
Daftar Website
_________.Website:
(http://www.tempo.co/read/news/2014/05/30/064581317/Bocah-di-Kramatjati-Diduga-Lecehkan-13-Anak),
diakses tanggal 1 Juni 2014.
_________.
Website: (http://www.tempo.co/read/news/2014/06/02/064581683/Nonton-Video-Porno-di-HP-Ayah-Bocah-Sodomi-Temannya),
diakses tanggal 1 Juni 2014.
LAMPIRAN
JUM'AT, 30 MEI 2014 |
22:16 WIB
Bocah
di Kramatjati Diduga Lecehkan 13 Anak [3]
TEMPO.CO, Jakarta -
Bocah berusia 13 tahun berinisial AK diduga melakukan pelecehan seksual pada 13
anak yang menjadi teman sepermainannya di Kelurahan Tengah, Kecamatan
Kramatjati, Jakarta Timur. Ke-13 anak itu terdiri atas 12 anak laki-laki dan
satu anak perempuan.
Aksi
AK diketahui setelah dua orang korban menceritakan kepada orang tua mereka.
"Mulai ketahuannya kemarin, Kamis, 29 Mei 2014," kata paman kedua korban, Ed, 44 tahun, saat ditemui di rumahnya, Jumat, 30 Mei 2014.
"Mulai ketahuannya kemarin, Kamis, 29 Mei 2014," kata paman kedua korban, Ed, 44 tahun, saat ditemui di rumahnya, Jumat, 30 Mei 2014.
Kemudian,
setelah diselidiki oleh warga sekitar, diduga ada 13 anak yang menjadi korban
pencabulan AK. "Para korban itu mayoritas anak-anak dari gang ini. Umurnya
di bawah pelaku semua," ujarnya.
AK
yang masih duduk di kelas VI SD itu diduga melakukan pelecehan seksual kepada
korbannya dengan meraba bagian kelamin. Menurut Ed, beberapa korban juga ada
yang mengaku dimasukkan duburnya dengan benda oleh AK. "Semuanya dipelorotin celananya,
dipegang kelaminnya. Malah ada yang duburnya disodok pakai tangan dan
kayu," ujarnya.
Tindakan
AK membuat warga sekitar kaget. Sebab, AK dikenal sebagai bocah yang biasa saja
seperti anak seumurannya. "Sifat biasa seperti anak normal, enggak
kelihatan penyimpangan. Makanya saya juga enggak nyangka," kata Ed.
Warga
lainnya, AS, 55 tahun, mengaku keponakannya berinisial RE, juga diduga menjadi
tindak pelecehan AK. Kejadian itu terungkap dari keterangan keponakannya itu
kepada ibunya. "Dia ceritain ke ibunya tentang perbuatan
AK," ujarnya. AS pun berharap AK mendapat pelajaran dari tindakan yang
dilakukannya itu. "Minimal dia (pelaku) direhab."
Kepala
Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Kepolisian Resor Metro Jakarta Timur, Ajun
Komisaris Endang Sri Lestari, mengaku menerima laporan dugaan tindakan cabul
yang dilakukan AK. "Laporan sudah kami terima dan saat ini sedang dilakukan
visum," kata Endang, Jumat.
Menurut
Endang, baru satu anak yang melaporkan tindakan kekerasan seksual itu.
"Baru satu dan mau visum," ujarnya. Endang pun belum mengetahui
dugaan adanya 13 anak yang menjadi korban. "Masih dalam penyidikan, kalau
ada perkembangan akan kami beri tahu."
[1] Topo Santoso dan Eva Achjani Z, Kriminologi, (Jakarta: Rajawali Pers,
2008), hlm. 9.
[2] Ibid., hlm. 55.
[3] Diakses dari website: (http://www.tempo.co/read/news/2014/05/30/064581317/Bocah-di-Kramatjati-Diduga-Lecehkan-13-Anak), tanggal 1 Juni 2014.
ANALISIS KASUS PEMBUNUHAN SISWI SMP DI TULUNGAGUNG DALAM ASPEK KRIMINOLOGI
By : Unknown
KRIMINOLOGI
“ANALISIS
KASUS PEMBUNUHAN SISWI SMP DI TULUNGAGUNG DALAM ASPEK KRIMINOLOGI”
Oleh:
Wisnu Wardana Putra
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah negara hukum. Dalam
negara hukum menghendaki adanya peraturan-peraturan yang jelas untuk mengatur
tata kehidupan rakyatnya agar tercipta kepastian, keadilan, dan kemanfaatan.
Ada beberapa instrumen hukum di Indonesia, salah satunya adalah hukum pidana.
Supaya keadilan dapat tercipta di masyarakat, tidak cukup hukum itu hanya
dituangkan dalam peraturan tertulis, tetapi harus dilihat juga realita di
masyarakat bagaimana hukum itu bekerja apakah sudah benar-benar sesuai dengan
keadilan di masyarakat ataukah belum. Dalam hukum pidana, untuk mengetahui
bagaimana realita di masyarakat (hukum pidana empirik) dapat diketahui salah
satunya dengan ilmu kriminologi.
Kriminologi menurut Bonger adalah ilmu
pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya.[1] Menurutnya,
kejahatan dapat terjadi karena banyak sebab seperti faktor lingkungan yang
mempengaruhi seseorang untuk berbuat jahat ataupun keadaaan jiwa pelaku yang mungkin
tidak normal. Sehingga, sebenarnya kejahatan itu tidak semuanya dilakukan oleh
orang yang jahat. Ada orang-orang yang sebenarnya tidak jahat, tetapi karena
ada beberapa faktor yang mempengaruhinya dia jadi berbuat jahat. Hal ini serupa
dengan kasus pembunuhan yang terjadi di Tulungagung sekitar setahun yang lalu
dimana pembunuhan ini dilakukan oleh siswa SMP yang membunuh pacarnya. Kita
tidak bisa secara langsung mengatakan bahwa anak ini jahat, karena memang harus
dilihat lebih dalam lagi mengapa sebenarnya anak tersebut bisa berbuat seperti
itu, pasti ada banyak faktor yang menyebabkannya. Oleh karena itu, penting
sekali menganalisis sebab-sebab kejahatan yang dilakukan anak tersebut dari
aspek kriminologi supaya kedepan tidak terjadi lagi kejadian-kejadian seperti
dalam kasus tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, dapat
ditarik rumusan masalah apakah faktor-faktor penyebab terjadinya pembunuhan
dalam kasus tersebut?
BAB
II
PEMBAHASAN
1.1
Posisi
Kasus
1.
IF adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 5
Tulungagung. Dia berumur 15 tahun.
2.
FHM adalah siswa kelas VII SMP Negeri 5
Tulugagung. Dia berumur 14 tahun.
3.
IF dan FHM merupakan pasangan kekasih.
4.
Sabtu, 1 Juni 2013 IF membunuh FHM di
rumah IF di Desa Sembung, Tulungagung karena panik saat mendengar pengakuan FHM
bahwa dirinya telah hamil dan minta untuk dinikahi, sedangkan FHM juga menolak
saran aborsi dari IF.
5.
FHM dijerat dengan tali dilehernya
sampai meninggal dunia. FHM terjatuh dan kepalanya membentur tungku masak. IF
kemudian menyeret FHM ke halaman kosong belakang rumah IF.
6.
IF menggali tanah sedalam 30 sentimeter
kemudian mengubur mayat FHM disitu.
7.
FHM dikubur dalam keadaan setengah
telanjang dan kedua tangan diikat dengan kawat. Kemudian baju seragam, tas, dan
sepatu FHM dibuang di semak-semak sekitar tempat penguburan FHM.
1.2
Faktor-Faktor
Penyebab Terjadinya Pembunuhan dilihat dari Teori-Teori Kriminologi
1.2.1
Teori
Psikoanalisa (Sigmund Freud)
Penyebab terjadinya pembunuhan seperti
kasus diatas disebabkan karena adanya rasa panik dan kemarahan yang luar biasa
yang dialami oleh IF karena mendengar pengakuan dan permintaan korban serta
penolakan korban terhadap saran IF. Dalam kriminologi hal ini sesuai dengan
Teori Psikoanalisa yang dikemukakan oleh Sigmund Freud dimana delinquet dan perilaku kriminal dengan
suatu “conscience” (hati nurani) yang baik dia begitu menguasai sehingga menimbulkan
perasaan bersalah atau ia begitu lemah sehingga tidak dapat mengontrol
dorongan-doronagan si individu, dan bagi suatu kebutuhan yang harus dipenuhi
segera.[2] Dorongan
untuk membunuh yang dilakukan oleh IF tersebut dikarenakan adanya tekanan
psikologis yang luar biasa kepada IF. Dengan usia yang masih 15 tahun, yang
psikologisnya belum matang, seorang anak pastilah tidak akan kuat mendapat
tekanan psikologis seperti itu sehingga mengakibatkannya menjadi lepas kontrol
dan melakukan hal-hal yang diluar akal sehat.
1.2.2
Social
Learning Theory – Observational Learning (Albert Bandura)
Untuk mencari faktor penyebab seseorang
membunuh, tidak cukup hanya dicari tahu motif pembunuhannya saja, tetapi harus
dicari lebih jauh lagi faktor apa yang sebenarnya mempengaruhi
perbuatan-perbuatan diluar saat melakukan pembunuhan. Jika kita amati kasus
diatas, sebenarnya faktor utama terjadinya pembunuhan adalah karena adanya
dugaan kehamilan yang dialami oleh korban. Berarti jika korban merasa bahwa
dirinya hamil, dapat dipastikan sebelum adanya pembunuhan tersebut mereka
pernah melakukan seks bebas. Sebenarnya inilah masalah utama yang harus dicari
penyababnya karena tidak akan terjadi pembunuhan kalo mereka tidak melakukan
seks bebas.
Penyebab terjadinya seks bebas yang
dilakukan oleh anak tersebut dapat ditinjau dari Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory) yang dilakukan
dengan cara Observational Learning dimana
anak belajar bagaimana bertingkah laku melalui peniruan tingkah laku orang
lain. Jadi tingkah laku secara sosial ditransmisikan melalui contoh-contoh,
yang terutama datang dari keluarga, sub-budaya, dan media massa.[3]
Tidak dapat dipungkiri bahwa usia 14 dan 15 tahun merupakan masa pubertas
seorang remaja dimana mereka mencari jati diri mereka dan mempunyai rasa ingin
tahu yang luar biasa. Mereka mulai bisa merasakan individualnya bahwa mereka
berbeda dengan lawan jenis mereka dan mulai juga timbul ketertarikan pada lawan
jenis mereka. Pada masa ini perilaku mereka sangatlah mudah dipengaruhi oleh
berbagai hal seperti dari media massa yang berupa tayangan televisi dan
internet. Tayangan televisi yang vulgar sering kali gaya-gaya berpakainnya
diikuti oleh remaja-remaja saat ini, sehingga ini dapat memicu timbulnya
pelecehan seksual, pemerkosaan maupun seks bebas pada remaja. Apalagi peredaran
video porno di internet, hal ini jelas memicu terjadinya seks bebas oleh para
remaja.
Penyebab-penyebab ini juga dapat
dikaitkan dengan Differential Association
Theorynya Sutherland dimana salah satu dalilnya berbunyi tingkah laku
kriminal dapat dipelajari, yakni jika dalam kasus tersebut kejahatan dapat
dipelajari dari tayangan media massa yang negatif. Selain itu, penyebab
tersebut juga dapat dihubungkan dengan Culture
Conflict Theory seperti masuknya pengaruh budaya barat pada suatu negara.
Berpakaian vulgar dan seks bebas adalah gaya hidup dan budaya orang barat yang
masuk ke dalam suatu negara. Di negara barat, hal tersebut merupakan sesuatu
yang wajar tetapi kalau di Indonesia itu merupakan pelanggarana terhadap norma
kesusilaan. Itulah yang disebut sebagai konflik kebudayaan.
Dari kasus pembunuhan di atas, pelaku
merupakan tipe penjahat yang Episodic Criminal karena IF membunuh FHM tanpa
direncanakan lebih dahulu dan merupakan tindakan seketika karena kemarahan dan
tekanan psikologisnya yang hebat akibat pengakuan dan permintaan korban serta
penolakan korban terhadap saran IF. Jadi pelaku tersebut termasuk dalam
Episodic Criminial.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Ada
beberapa teori untuk menjawab faktor-faktor penyebab terjadinya pembunuhan yang
dilakukan oleh siswa SMP seperti kasus di atas, yakni Teori Psikoanalisa yang
dikemukakan oleh Sigmund Freud dan Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory) dalam bentuk Observational Learning yang dikemukakan
oleh Albert Bandura dimana dalam teori ini juga berhubungan dengan teori yang
lain seperti Differential Association
Theory yang dikemukakan Sutherland dan Culture
Conflict Theory yang dikemukakan oleh Thorsten Sellin. Kejahatan yang
dilakukan oleh siswa SMP tersebut termasuk dalam tipe penjahat The Episodic
Criminal karena dilakukan sebagai akibat dari dorongan emosi yang hebat.
DAFTAR
PUSTAKA
Daftar
Buku
Santoso,
Topo dan Eva Achjani Z. 2008. Kriminologi.
Jakarta: Rajawali Pers.
Daftar Website
________. http://www.merdeka.com/peristiwa/minta-dinikahi-karena-hamil-siswi-smp-malah-dibunuh-pacar.html. Diakses tanggal 18 April 2014.
________. http://twitdoc.com/upload/dekk_kade/50158132-perilaku-seks-remaja.pdf
LAMPIRAN
Minta
dinikahi karena hamil, siswi SMP malah dibunuh pacar
Merdeka.com
- Satuan Reserse dan Kriminal Polres Tulungagung, Jawa Timur, menangkap
pelajar SMP setempat yang diduga melakukan pembunuhan terhadap siswi teman
kencannya. Siswi malang itu dibunuh karena diduga hamil.
Wakapolres Tulungagung Kompol Indra
Lutrianto Astono mengungkapkan, pelaku yang diidentifikasi berinisial IF (15)
ditangkap hanya selang tiga jam setelah jasad siswi FHM (14) dievakuasi dari
tempat pembuangan sampah.
"Pelaku mengaku kalap karena korban
minta pertanggungjawaban atas tanda-tanda kehamilan yang dialaminya,"
terang Indra menjelaskan motif pembunuhan. Demikian dilansir dari Antara, Kamis
(6/6).
Berdasarkan pengakuan IF, pembunuhan
dipastikan terjadi pada Sabtu (1/6) di rumah pelaku di Desa Sembung, Kecamatan
Tulungagung. Pelaku membunuh Fitri dengan menjerat leher menggunakan tali
pramuka yang berada di dalam tas korban.
Korban yang kehabisan nafas kemudian
tersungkur ke lantai dapur dan membentur tungku untuk memasak, sehingga saat
dievakuasi wajah dan kepalanya terlihat lebam.
"Pelaku panik dan menyeret tubuh
korban menuju pekarangan belakang lalu menguburnya hingga kedalaman sekitar 30
sentimeter," terang Indra.
Saat dibongkar polisi, Selasa (4/6)
siang, tubuh korban dikubur dalam kondisi setengah telanjang dan dua tangan
diikat kawat. Sementara baju seragam, tas dan sepatu dibuang di semak-semak tak
jauh dari lokasi jenazah dikuburkan.
Terkait hasil otopsi, dipastikan korban
tidak hamil. Tim medis yang melakukan visum et repertum tidak mendapati
tanda-tanda kehamilan.
Selain itu saat diotopsi almarhum Fitri
masih mengenakan pembalut, sehingga menguatkan asumsi bahwa korban saat dibunuh
sedang mengalami menstruasi.
Terkait dugaan video mesum yang
dilakukan korban bersama pelaku, polisi sejauh ini belum bisa memastikan karena
ponsel Fitri masih dalam keadaan terkunci menggunakan password atau kata sandi.
Pelaku ditahan di Mapolres Tulungagung,
diancam hukuman maksimal 15 tahun penjara karena melakukan tindak pidana
pembunuhan dan kekerasan terhadap anak sebagaimana diatur dalam pasal 80 ayat 3
UURI Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Kasus pembunuhan Fitri Hanisa Mukti
siswa kelas VII D SMP Negeri 5 Tulungagung terbongkar setelah ditemukannya
gundungan tanah di belakang rumah Yitno di Desa Sembung, Kecamatan Tulungagung.
Makalah Hukum Lingungan Analisis Kasus Pencemaran oleh Limbah Pabrik PT. Marimas di Semarang
By : Unknown
MAKALAH
HUKUM LINGKUNGAN
(Analisis
Kasus Pencemaran Air oleh Limbah Pabrik PT. Marimas di Semarang)
Oleh:
1.
Wisnu
Wardana Putra
2.
Widhi
Yuliawan
3.
Firdaus
Kafabih
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR
BELAKANG
Kegiatan pembangunan yang makin
meningkat, mengandung resiko, makin meningkatnya resiko makin meningkatnya
pencemaran dan perusakan lingkungan, termasuk oleh limbah Bahan Berbahaya
Beracun (B3), sehingga struktur dan fungsi ekosistem yang menjadi penunjang
kehidupan dapat rusak. Pencemaran dan perusakan lingkungan hidup akan
menjadi beban sosial, yang pada akhirnya masyarakat dan pemerintah harus
menanggung biaya pemulihannya.[1]
Terpeliharanya kualitas fungsi
lingkungan secara berkelanjutan menuntut tanggung jawab, keterbukaan, dan peran
serta masyarakat yang menjadi tumpuan pembangunan berkelanjutan guna menjamin
kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa mendatang.
Menyadari hal tersebut di atas,
bahan berbahaya dan beracun beserta limbahnya harus dikelola dengan baik. Makin
meningkatnya kegiatan pembangunan, dalam hal ini pabrik-pabrik atau
indutri-industri menyebabkan meningkatnya dampak kegiatan tersebut terhadap
lingkungan hidup, keadaan ini makin mendorong diperlukannya upaya pengendalian
dampaknya, sehingga resiko terhadap lingkungan dapat ditekan sekecil mungkin.
Upaya pengendalian dampak terhadap
lingkungan sangat ditentukan oleh pengawasan terhadap ditaatinya ketentuan
peraturan perundang-undangan yang mengatur segi-segi lingkungan hidup, sebagai
perangkat hukum yang bersifat preventif melalui proses perizinan untuk
melakukan usaha dan atau kegiatan. Oleh karena itu dalam setiap ijin yang
diterbitkan, harus dicantumkan secara tegas syarat dan kewajiban yang harus
dipatuhi dan dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha atau kegiatan
tersebut.
Pengaturan tentang limbah B3
dimulai sejak tahun 1992 dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Perdagangan
No. 394/Kp/XI/92 tentang Larangan Impor Limbah Plastik. Selanjutnya diterbitkan
keputusan presiden No.61 Tahun 1993 tetang Ratifikasi Konvensi Basel 1989 yang
mencerminkan kesadaran pemerintah Indonesia tentang adanya pencemaran
lingkungan akibat masuknya limbah B3 dari luar wilayah Indonesia.
Dalam perkembangan setelah
diundangkan Undang-Undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
sebagai uapaya untuk mewujudkan pengelolaan limbah B3, pemerintah telah
mengundangkan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 tentang pengelolaan
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Peraturan Pemerintah Limbah
B3), sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999.
Dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah Limbah B3 diharapkan pengelolaan
limbah B3 dapat lebih baik sehingga tidak lagi terjadi pencemaran lingkungan
yang diakibatkan oleh limbah B3. Selain itu diharapkan pula dengan
diundangkannya Peraturan Pemerintah Limbah B3 para pelaku industry dan pelaku
kegiataan lainnya tunduk dan taat terhadap ketentuan tersebut.
Tidak ditaatinya Peraturan
Pemerintah Limbah B3 oleh para pelaku indistri dan pelaku kegiatan lainnya
dalam hal ini pencemaran yang dilakukan PT. Marimas di Semarang diduga
dikarenakan oleh faktor penataan dan
penegakan hukum lingkungan khususnya yang terdapat dalam Undang-Undang No. 32
Tahun 2009 tenang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Maka kami akan
mengkaji lebih dalam sejauh manakah efektifitas penataan dan penegakan hukum
lingkungan pereturan perundang-undangan di bidang pengelolaan limbah B3 di
dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tenang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
2.2 Rumusan Masalah
1. Apakah
pencemaran yang dilakukan pabrik PT.
Marimas melanggar ketentuan dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009
Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ?
2. Bagaimanakah
penerapan sanksi yang tepat terhadap PT. Marimas sesuai dengan Undang-Undang
No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ?
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
1.
Pelanggaran
yang dilakukan PT Marimas terhadap ketentuan dalam UU No. 32
Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pembangunan disamping memberikan dampak positif berupa
kesejahteraan, namun disisi yang lain juga menimbulkan dampak negatif yaitu
terjadinya kerusakan atau tercemarnya lingkungan hidup. Oleh karena itu,
apabila terjadi penurunan fungsi lingkungan hidup akibat perusakan dan/atau
pencemaran lingkugan hidup, maka serangkain kegiatan penegakan hukum (law
enforcement) harus dilakukan.
Penegakan hukum mempunyai makna,
bagaimana hukum itu harus dilaksanakan, sehingga dalam penegakan hukum tersebut
harus diperhatikan unsur-unsur kepastian hukum. Kepastian hukum menghendaki
bagaimana hukum dilaksanakan, tanpa perduli bagaimana pahitnya (fiat jutitia et pereat mundus; meskipun
dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan). Hal ini dimaksudkan agar tercipta
ketertiban dalam masyrakat.sebaliknya masyarakat menghendaki adannya manfaat
dalam pelaksanaan peraturan atau penegakan hukum lingkungan tersebut. Hukum
lingkungan dibuat dengan tujuan untuk melindungi lingkungan dan memberi manfaat
kepada masyarakat. Artinya peraturan tersebut dibuat adalah untuk kepentingan
masyarakat, sehingga jangan sampai terjadi bahwa, karena dilaksanakannya
peraturan tersebut, masyarakat justru menjadi resah. Unsur ketiga adalah
keadilan. Dalam penegakan hukum lingkungan harus diperhatikan, namun demikian
hukum tidak identik dengan keadilan, Karena hukum itu sifatnya umum, mengikat
semua orang, dan menyamaratakan. Dalam penataan dan penegakan hukum lingkungan,
unsur kepastian, unsur kemanfaatan ,dan unsur keadilan harus dikompromikan,
ketiganya harus mendapat perhatian secara proporsional. Sehingga lingkungan
yang tercemar dapat dipulihkan kembali.[2]
Upaya pemulihan lingkungan hidup dapat dipenuhi dalam
kerangka penanganan sengketa lingkungan melalui penegakkan hukum lingkungan.
Penegakan hukum lingkungan merupakan bagian dari siklus pengaturan (regulatory
chain) perencanaan kebijakan (policy planning) tentang lingkungan. Penegakan
hukum lingkungan di Indonesia mencakup penataan dan penindakan (compliance and
enforcement) yang meliputi bidang hukum administrasi negara, bidang hukum
perdata dan bidang hukum pidana.
Sebelum
kita membahas lebih jauh tentang penegakan hukum lingkungan terlebih dahulu
kita harus megtahui definisi dari lingkungan hidup sendiri menurut
Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 adalah kesatuan
ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,termasuk manusia dan
perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan,
dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.[3]
Selanjutnya kita akan membahas definsi
dari pencemaran. Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pencemaran adalah masuk
atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam
lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan
hidup yang telah ditetapkan.[4]
Makna dari perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan
untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan,
pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
Namun dewasa ini masih saja
terdapat beberapa pihak yang melakukan pencemaran lingkungan hidup, salah
satunya yang dilakukan oleh pabrik PT Marimas di Semarang.[5] Menurut
warga, Pabrik PT Marimas telah mencemari aliran sungai disekitar pabrik selamat
2 sampai 3 tahun terakhir. Pencemaran semakin parah karena saluran pembuangan
limbah jebol, yang mana mengakibatkan bau menyengat yang berasal dari
pembuangan limbah tersebut. Selain mencemari lingkungan, kini warga kesulitan
untuk mencari air bersih karena limbah telah bercampur dengan air sumur. Pencemaran tersebut telah melanggar ketentuan
dalam Pasal 69 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mana setiap orang dilarang untuk:[6]
a. melakukan
perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup;
b. memasukkan
B3 yang dilarang menurut peraturan perundang-undangan ke dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
c. memasukkan
limbah yang berasal dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ke
media lingkungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d. memasukkan
limbah B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
e. membuang
limbah ke media lingkungan hidup;
f. membuang
B3 dan limbah B3 ke media lingkungan hidup;
g. melepaskan
produk rekayasa genetik ke media lingkungan hidup yang bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan atau izin lingkungan;
h. melakukan
pembukaan lahan dengan cara membakar;
i.
menyusun amdal tanpa
memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal; dan/atau
j.
memberikan informasi
palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak informasi, atau memberikan
keterangan yang tidak benar.
Dapat disimpulkan bahwa pabrik PT
Marimas telah melanggar beberapa ketentuan dalam pasal 69 UU No. 32 Tahun 2009.
Maka pihak dari pabrik PT Marimas harus melakukan penanggulangan dan pemulihan
terhadap lingkungan yang sudah tercemar oleh limbah pabrik tersebut.
Sebagaimana yang diatur dalam pasal 53 UU No. 32 Tahun 2009, setiap orang yang
melakukan pencemaran lingungan hidup wajib melakukan penanggulangan lingkungan
hidup yang dilakukan dengan:
a. pemberian
informasi peringatan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup kepada
masyarakat;
b. pengisolasian
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
c. penghentian
sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; dan/atau
d. cara
lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Apabila tahap penanggulangan lingkungan
hidup telah dilaksanakan maka pihak yang mengakibatkan pencemaran lingkungan
hidup wajib untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup sebagaimana yang diatur
dalam pasal 54 UU No. 32 Tahun 2009, dilakukan dengan tahapan:[7]
a.
penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar;
b.
remediasi;
c.
rehabilitasi;
d.
restorasi; dan/atau
e.
cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Untuk mencegah pencemaran lingkungan
hidup maka dibutuhkanlah pengelolaan limbah yang baik dan benar, pengelolaan
limbah diatur dalam pasal 59 UU No. 32 Tahun 2009 mengenai pengelolaan limbah
bahan berbahaya dan beracun, yang dilakukan dengan:[8]
a. Setiap
orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang
dihasilkannya.
b. Dalam
hal B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) telah kedaluwarsa,
pengelolaannya mengikuti ketentuan pengelolaan limbah B3.
c. Dalam
hal setiap orang tidak mampu melakukan sendiri pengelolaan limbah B3,
pengelolaannya diserahkan kepada pihak lain.
d. Pengelolaan
limbah B3 wajib mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya.
e. Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota wajib mencantumkan persyaratan lingkungan hidup
yang harus dipenuhi dan kewajiban yang harus dipatuhi pengelola limbah B3 dalam
izin.
f. Keputusan
pemberian izin wajib diumumkan.
g. Ketentuan
lebih lanjut mengenai pengelolaan limbah B3 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
2.
Penegakan
Hukum Pencemaran Air oleh Limbah Pabrik PT. Marimas
Air merupakan sumber daya alam yang
mempunyai arti dan fungsi sangat penting bagi manusia. Air dibutuhkan oleh
manusia, dan makhluk hidup lainnya seperti tetumbuhan, berada di permukaan dan
di dalam tanah, di danau dan laut, menguap naik ke atmosfer, lalu terbentuk
awan, turun dalam bentuk hujan, infiltrasi ke bumi/tubuh bumi, membentuk air
bawah tanah, mengisi danau dan sungai serta laut, dan seterusnya[9]
entah dimulai darimana dan dimana ujungnya, tak seorangpun mengetahuinya.
Sekali siklus air tersebut
terganggu ataupun dirusak, sistemnya tidak akan berfungsi sebagaimana
diakibatkan oleh adanya limbah industri, pengrusakan hutan atau hal-hal lainnya
yang membawa efek terganggu atau rusaknya sistem itu. Suatu limbah industri
yang dibuang ke sungai akan menyebabkan tercemarnya sungai dan terjadi
pencemaran lingkungan. Dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 1 angka 14 menyebutkan
bahwa “Pencemaran Lingkungan Hidup adalah
masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke
dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu
lingkungan hidup yang telah ditetapkan”.
Air merupakan salah satu bentuk
lingkungan hidup fisik, dimana jika air ini tercemar maka akan berdampak besar
bagi kelangsungan hidup makhluk hidup. Limbah pabrik PT. Marimas yang dibuang
ke sungai jelas merupakan salah satu bentuk pencemaran lingkungan hidup,
apalagi dalam kasus tersebut pipa saluran pembuangan limbah ke sungai bocor dan
menyebabkan sumur warga sekitar pabrik tercemar dan air tidak dapat digunakan.
Oleh karena itu perlu adanya penegakkan hukum terhadap pencemaran yang
dilakukan oleh PT. Marimas tersebut agar terciptanya keadilan, kemanfaatan, dan
kepastian hukum.
Penegakan hukum lingkungan
berkaitan erat dengan kemampuan aparatur dan kepatuhan warga masyarakat
terhadap peraturan yang berlaku, yang meliputi tiga bidang hukum, yaitu
administratif, pidana, dan perdata.[10]
Berikut adalah sarana penegakan hukum:
1. Administratif[11]
Sarana administrasi dapat bersifat
preventif dan bertujuan menegakkan peraturan perundang-undangan lingkungan.
Penegakan hukum dapat diterapkan terhadap kegiatan yang menyangkut persyaratan
perizinan, baku mutu lingkungan, rencana pengelolaan lingkungan (RKL), dan
sebagainya. Disamping pembinaan berupa petunjuk dan panduan serta pengawasan
administratif, kepada pengusaha di bidang industri, hendaknya juga ditanamkan
manfaat konsep “Pollution Prevention Pays”
dalam proses produksinya.
Penindakan represif oleh penguasa
terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan lingkungan administratif pada
dasarnya bertujuan untuk mengakhiri secara langsung pelanggaran-pelanggaran
tersebut.
Sanksi administratif terutama
mempunyai fungsi instrumental, yaitu pengendalian perbuatan terlarang.
Disamping itu, sanksi administratif terutama ditujukan kepada perlindungan
kepentingan yang dijaga oleh ketentuan yang dilanggar tersebut. Beberapa jenis
sarana penegakkan hukum administrasi adalah :
a. Paksaan
pemerintah atau tindakan paksa;
b. Uang
paksa;
c. Penutupan
tempat usaha;
d. Penghentian
kegiatan mesin perusahaan;
e. Pencabutan
izin melalui proses teguran, paksaan pemerintah, penutupan, dan uang paksa.
2. Kepidanaan[12]
Tata cara penindakannya tunduk pada
undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Peranan Penyidik
sangat penting, karena berfungsi mengumpulkan bahan/alat bukti yang seringkali
bersifat ilmiah. Dalam kasus perusakan dan/atau pencemaran lingkungan terdapat
kesulitan bagi aparat penyidik untuk menyediakan alat bukti yang sah sesuai
ketentuan Pasal 183 dan Pasal 184 KUHAP. Selain itu, pembuktian unsur hubungan
kausal merupakan kendala tersendiri mengingat terjadinya pencemaran seringkali
secara kumulatif, sehingga untuk membuktikan sumber pencemaran yang bersifat
kimiawi sangat sulit. Penindakan atau pengenaan sanksi pidana adalah merupakan
upaya terakhir setelah sanksi administratif dan perdata diterapkan.
3. Keperdataan[13]
Mengenai hal ini perlu dibedakan
antara penerapan hukum perdata oleh instansi yang berwenang melaksanakan
kebijaksaan lingkungan dan penerapan hukum perdata untuk memaksakan kepatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan lingkungan. Misalnya, penguasa dapat
menetapkan persyaratan perlindungan lingkungan terhadap penjualan atau
pemberian hak membuka tanah atas sebidang tanah. Selain itu, terdapat
kemungkinan “beracara singkat” bagi pihak ketiga yang berkepetingan untuk
menggugat kepatuhan terhadap undang-undang dan permohonan agar terhadap
larangan atau keharusan dikaitkan dengan uang paksa. Penegakan hukum perdata
ini dapat berupa gugatan ganti kerugian dan biaya pemulihan lingkungan.
Menurut kami, penegakan hukum yang paling tepat
diterapkan terhadap pencemaran limbah oleh PT. Marimas tersebut adalah dengan
hukum keperdataan mengingat sudah terjadinya pencemaran lingkungan hidup yang
parah di lingkungan masyarakat. Pemerintah bisa mengenakan ganti kerugian
terhadap PT. Marimas dan meminta biaya untuk digunakan sebagai pemulihan
lingkungan.
BAB
III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Penataan
hukum lingkungan di Indonesia khususnya dalam hal penegakannya masih belum
efektif terbukti dengan adanya pembuangan limbah industri yang dilakukan oleh
PT. Marimas di Semarang yang mengakibatkan tercemarnya air yang berada di
lingkungan sekitar pabrik yang
menimbulkan keresahan warga sekitar. Padahal air merupakan hal yang sangat penting
dalam menunjang kehidupan manusia. Padahal ada banyak sekali langkah penegakan
hukum yang dapat dilakukan mulai dari saksi administrative, sanksi keperdataan
dan sanski kepidanaan. Sebab dalam menerapkan saksi hukum sebaiknya dijatuhkan
sanksi yang tepat serta dapat mencakup komposisi dari fungsi hukum itu sendiri
seperti kepastian, kemafaatan, dan keadilan serta tidak menimbulkan kerasahan
pada masyarakat.
2.
Saran
Penerapan
sanksi yang tepat dalam kasus ini adalah sanksi keperdataan berupa penggantian
kerugian yang nantinya dapat digunakan sebagai alat untuk merehabititasi
lingkungan agar dapat kembali seperti semula. Sebab yang mengalami dampak
terbesar dalam pencemaran tersebut adalah masyarakat di sekitar pabrik
tersebut. Sehingga jika tidak dilakukan pemulihan lingkungan tersebut maka
masyarakatlah yang akan menderita dan pengusaha atau pemilik panrik tersebut
tidak mengalami dampaknya.
DAFTAR PUSTAKA
Daftar Buku
Muhamad
Erwin, Hukum Lingkungan : Dalam Sistem
Kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan Hidup, Cetakan ketiga, Bandung, PT. Refika Aditama, 2011
Sudikno,
Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1988
Daftar Undang-Undang
Undang-Undang
No. 32 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Undang-Undang
No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
Peraturan
Pemerintah No. 18 Tahun 1999 tentang pengelolaan Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (Peraturan Pemerintah Limbah B3)
Peraturan
Pemerintah No. 85 Tahun 1999 Tentang Limbah B3
Keputusan
Presiden No.61 Tahun 1993 tetang Ratifikasi Konvensi Basel 1989
Keputusan
Menteri Perdagangan No. 394/Kp/XI/92 tentang Larangan Impor Limbah Plastik.
Daftar Internet
www.detik.com
(sungai dan sumur tercemar limbah, warga semarang geruduk pabrik minuman),
diakses tanggal 29 April 2014
[1]Lihat, Penjelasan Umum Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup
[2] Sudikno, Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty,
Yogyakarta, 1988, hlm. 134-135.
[3] Lihat, Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkunagan Hidup.
[4] Lihat, Pasal 1 angka 14 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkunagan Hidup.
[5] www.detik.com (sungai dan
sumur tercemar limbah, warga semarang geruduk pabrik minuman), diakses tanggal
29 April 2014
[6] Lihat, pasal 69 ayat 1 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkunagan Hidup.
[7] Lihat, pasal 54 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkunagan Hidup.
[8] Lihat, Pasal 59 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkunagan Hidup.
[9] Muhamad Erwin, Hukum Lingkungan : Dalam Sistem
Kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan Hidup, Cetakan ketiga, Bandung, PT. Refika Aditama, 2011, hlm. 37.
[10]Ibid.,
hlm. 113.